Dugaan plagiat yang dilakukan oleh Rektor Unnes Profesor Fathur Rokhman, mencuat saat sidang Majelis Profesor yang hendak mengadili Profesor Saratri Wilonoyudho, atas unggahan status di media sosial Facebook. Serangan balik seteru antar profesor.
serat.id- Rapat di Ruang Senat Universitas Negeri Semarang (Unnes) di gedung H lantai 4 Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang pada Kamis 7 Juni 2018 lalu memanas, saat 40-an guru besar anggota Majelis Profesor Universitas Negeri Semarang (Unnes) menggelar agenda sidang terhadap Prof Saratri Wilonoyudho, yang dituding menyinggung marwah kampus atas unggahan status di media sosial Facebook.
Prof Saratri yang kini dosen Teknik Sipil Unnes merasa diadili terkait tulisannya di Facebook. Ia menyerang balik dengan minta Majelis Profesor menindaklanjuti dugaan plagiat oleh Rektor Unnes, Prof Fathur Rokhman, dengan menyodorkan dokumen artikel ilmiah di hadapan majelis.
“Saya tanya tebang pilih nggak? Spontan (pimpinan sidang) menjawab tidak. Lalu diralat kalau itu belum dipikirkan. Kalau tebang pilih itu namanya bukan komisi etik lagi,” kata Saratri saat ditemui Serat di kediamannya di Perumahan Unnes, Senin, 12 Juni 2018.
Dalam forum itu, Saratri mengaku menyodorkan dokumen artikel ilmiah berjudul “Kode Bahasa dalam Interaksi Sosial Santri: Kajian Sosiolinguistik di Pesantren Banyumas” karya Rektor Unnes, Prof Fathur Rokhman.
Dokumen itu ia sodorkan saat dirinya ditekan secara tak adil oleh majelis. Ia yang awalnya tak membayangkan bakal disidang di majelis itu telah menyiapkan “kartu truf” berupa artikel ilmiah yang diyakini hasil plagiat.
Namun, ia mengaku tidak berniat menuduh Rektor Unnes memplagiat. Dokumen yang ia sodorkan itu, ia peroleh dari pihak luar yang sudah menyebar ke berbagai pihak.
“Sebagai bentuk kepedulian kepada rektor, saya mengusulkan agar Majelis Profesor menyelidiki dugaan itu. Kalau terbukti ditindak tegas, kalau tidak terbukti nama baiknya dipulihkan dan dibersihkan,” kata Saratri.
Baca Juga: Kecewa Setelah Belasan Tahun Terbit
Menurut dia, harus ditegakkan aturan Unnes mengenai syarat calon Rektor Unnes periode 2018-2022 pada poin 15 yang berbunyi tidak pernah melakukan plagiat.
“Plagiat nggak? Ya dibuktikan. Di situ klausulnya (soal plagiat) tidak terbatas waktu,” katanya.
Saratri mengaku berniat mendaftarkan diri sebagai calon rektor. Namun dalam syarat itu ada satu klausul yang menghadang niatnya, yakni harus pernah menjabat minimal ketua jurusan. Sementara ia tak memenuhi salah satu syarat itu akhirnya niatnya diurungkan, ia berharap dugaan plagiat juga harus diusut agar proses pemilihan rektor jujur dan adil.
Saat ini pencalonan Rektor Unnes periode 2018-2022 memasuki tahap penyaringan calon. Fathur merupakan satu-satunya guru besar dari lima bakal calon. Dia lolos verifikasi yang salah satu syaratnya tidak pernah melakukan plagiat.
Ketua Senat Unnes, Prof Soesanto saat dikonfirmasi terkait adanya dugaan plagiat yang dilakukan Fathur menolak berkomentar. “Maaf saya banyak urusan. Terima kasih,” kata dia singkat.
Uji Keabsahan
Serat mendapatkan naskah berjudul, “Kode Bahasa dalam Interaksi Sosial Santri: Kajian Sosiolinguistik di Pesantren Banyumas” karya Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman yang terbit di jurnal Penelitian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya (Litera) Universitas Negeri Yogyakarta Volume 3, Nomor 1, Tahun 2004.
Karya itu memiliki kesamaan narasi pada sebagian besar isi dengan karya milik Anif Rida yang terbit lebih dahulu berjudul, “Pemakaian Kode Bahasa dalam Interaksi Sosial Santri dan Implikasinya bagi Rekayasa Bahasa Indonesia: Kajian Sosiolinguistik di Pesantren Banyumas” yang terbit dalam prosiding Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya (Kolita) 1 Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta tahun 2003.
Baca Juga: Tim EKA Mengantongi Bukti Artikel Plagiat Fathur
Hasil uji keabsahan oleh anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Prof Engkus Kuswarno menunjukkan adanya indikasi plagiat dilihat dari perbedaan tahun terbit. Dia mengaku telah memegang bukti autentik dua artikel ilmiah tersebut.
Secara kasat mata dengan membandingkan secara manual, kesamaan pada beberapa paragraf mencapai 90 persen sampai 100 persen. Bahkan ada data yang sama 100 persen.
“Yang sudah nyata terlihat ada indikasi plagiat. Kalau mau dikembangkan misalnya tentang keaslian data bisa saja. Apakah datanya palsu dan diperoleh dengan tidak sah,” kata Pengajar Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung saat dihubungi Serat, Kamis, 28 Juni 2018.
Kesamaan paragraf, tabel dan daftar pustaka pada dua artikel ilmiah di atas terdapat pada lima item dengan tingkat kemiripan 100 persen. Rinciannya, pada halaman 12-13 tulisan Fathur sama dengan karya Rida halaman 6. Narasi penelitian Fathur halaman 15 sama dengan tulisan Rida halaman 6. Lalu, halaman 18-20 tulisan Fathur sama dengan halaman 7-8 tulisan Rida. Kemudian, halaman 22-25 tulisan Fathur sama dengan tulisan Rida halaman 8-10.
Data yang ditemukan Serat, artikel Fathur juga memiliki kesamaan dengan Skripsi Anif Rida berjudul “Kode Dalam Interaksi Sosial Di Pesantren Qur’an: Kajian Sosiolinguistik Di Kudus” yang diujikan dalam sidang pada 3 September 2003, saat Fathur menjadi Pembimbing I dan Penguji III dalam skripsi itu.
Dari analisis konten secara manual ditemukan kesamaan enam item dengan tingkat kemiripan paragraf 80 persen sampai 100 persen. Rinciannya, artikel Fathur itu halaman 12 sama dengan halaman 2 skripsi Rida. Lalu, satu paragraf halaman 13 artikel Fathur sama dengan halaman 3 skripsi Rida. Halaman 15 artikel Fathur sama dengan halaman 23 skripsi Rida.
Kemudian halaman 17 jurnal Fathur sama dengan halaman 33 skripsi Rida. Halaman 16 Fathur sama dengan halaman 37-38 Rida dan halaman 18 artikel Fathur sama dengan halaman 38 skripsi Rida.
Baca Juga: Anif Rida : “Mungkin Prof Fathur yang Menulis Makalah Itu”
Menurut Prof Engkus, penjiplakan yang diduga dilakukan Fathur itu terkait metode mengutip yang salah. Dalam materi dasar penulisan ilmiah, tulisan, ide atau konsep yang bukan berasal dari penulis ditulis dengan mengutip sumber tulisan atau pemilik ide dan konsep.
“Yang namanya mengutip (plagiat) itu kan kalimatnya persis. Ini sudah terjadi karya yang terbit lebih dahulu didapati pada karya baru dengan tingkat kemiripan nyaris 100 persen,” kata Engkus.
Engkus tidak menutup adanya kemungkinan, dua karya di atas dibuat satu orang. Namun, hal itu harus dibuktikan dahulu dan pihak yang terlibat diberikan ruang untuk menjawab.
Jika dua makalah dibuat dua orang tapi ternyata dalam pembuktian itu yang buat satu orang, maka menurut Engkus kedua orang kena semua.
Anif Rida saat dikonfirmasi mengaku tidak pernah menulis dan tidak mengakui artikel ilmiah tersebut. Dia justru menduga artikel itu dibuat dan dikirim oleh Prof Fathur ke panitia Kolita 1 Unika Atma Jaya dengan maksud agar dirinya latihan presentasi di forum ilmiah. Tapi dia mengaku tak hadir di forum tersebut.
“Mungkin Prof Fathur (yang membuat dan mengirim) untuk latihan saya presentasi. Tapi saya gak hadir,” kata dia saat ditemui Serat pada 8 Juni 2018, di SMP 6 Salatiga, tempat ia mengajar.
Prof Fathur Rokhman saat dikonfirmasi Serat enggan menjawab tuduhan tersebut. Permohonan wawancara dari Serat juga diabaikan dan diminta menghubungi Kepala Humas Unnes. Dia hanya melontarkan pernyataan melalui pesan singkat terkait prosedur pengaduaan plagiat.
“Jika ada pengaduan pada Unnes terkait dengan dugaan plagiat dari korban yang karyanya dirugikan, siapapun akan kami proses sesuai prosedur,” kata dia, Minggu, 24 Juni 2018.
Kepala Humas Unnes, Hendi Pratama, mengaku belum mendapat informasi atau aduan terkait dugaan plagiat Rektor Unnes. (*)
Reporter: Zakki Amali dan A. Arif
Penulis: Zakki Amali dan A. Arif
Editor: Edi Faisol
Almamaterku…Pak Saratri W. dosenku, dari http://www.sarastiana.com