
Serat.id,- Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan agar proses pembanguan proyek Normalisasi Kanal Banjir Timur (KBT) Kota Semarang, tak mengurangi hak masyarakat sekitar. Hal itu disampaikan mensikapi aduan warga Tambakrejo yang mengadu ke lembaga Komnas HAM untuk mencari perlindungan keadilan.
“Masyarakat tidak boleh dikurangi hak-haknya artinya bahwa harus ada titik temu antara masyarakat yang terdampak dengan Pemerintah Kota Semarang,“ kata Beka Ulung Hapsara, kepada serat, Kamis 19 Juli 2018.
Beka mengaku aduan warga Tambakrejo ke kantor Komnas HAM pada Rabu 18 juli lalu sudah diterima. Ia menyebutkan aduan akan menjadi prioritas penanganan karena isu penggusuran menjadi prioritas lembaganya.
“Artinya kami coba prosesnya secepatnya,” ujar Beka menambahkan .
Komnas HAM akan melakukan verifikasi dengan pihak yang diadukan agar menemukan fakta di lapangan. Langkah pertama yang hendak dilakukan memverifikasi pengaduan yang kemudian mencari keterangan kepada pihak yang diadukan, seperti Pemkot Semarang, dan Satpol PP Semarang, serta pihak lain yang terkait.
Setelah itu Komnas HAM akan konfirmasi ke pengadu apakah sesuai dengan fakta di lapangan. Beka berharap lembaganya dapat menengahi permasalahan antara warga Tambakrejo dengan Pemkot Semarang.
Salah seorang warga Tambakrejo, Marzuki, berharap pemerintah bisa lebih adil mensikapi keluhan warga yang mengadu ke Komnas HAM. Marzuki dan warga lain melaporkan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pamali Juana, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Semarang dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang, yang dinilai melanggar Hak Asasi Manusia selama proses pembanguan proyek Normalisasi Kanal Banjir Timur (KBT) Kota Semarang.
Menurut Marzuki, proses normalisasi KBT telah merencanakan merelokasi 90 Kepala Keluarga (KK) ke Rusunawa Kudu, Genuk, kota Semarang tanpa adanya ganti rugi. Ia menilai letak Rusunawa yang jauh dari laut akan menyulitkan warga memenuhihak ekonomi yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan.
Saat mengadu ke Komnas HAM dan KPAI, ia menjelaskan adanya intimidasi yang dilakukan oleh utusan pelaksana proyek terhadap ketua RT di kampungnya yang bernama, Rahmadi.
“Rahmadi yang cukup vokal membela kami, pada Kamis, 12 Juli 2018 juga mendapat ancaman oleh dua orang yang mengaku utusan dari proyek,” kata Marzuki, menjelaskan.
Intimidasi dilakukan dengan cara menekan agar warga segera meninggalkan Tambakrejo. Termasuk kehadiran 40 Satpol PP pada Jumat, 13 Juli 2018 di kediaman warga yang dinilai membuat resah 114 anak-anak yang masih tinggal di sana. (LIL)