Beranda Kilas Belasan Organisasi dan Komunitas di Semarang Deklarasikan Lawan Intoleransi

Belasan Organisasi dan Komunitas di Semarang Deklarasikan Lawan Intoleransi

0
Deklarasi lawan intoleransi mengecam kekerasan atas nama kyakinan, di Solo, ist/serat.id,

Terkait insiden penyerangan yang dilakukan oleh kelompok intoleransi di Kampung Metrodanan Pasar Kliwon,  Surakarta, pada Sabtu malam 8 Agustus pekan lalu.

Serat.id – Tercatat ada 17 organisasi dan komunitas mendeklarasikan lawan intoleransi di kota semarang, pada  Rabu 12 Agustus 2020, siang tadi. Deklarasi dilakukan terkait insiden penyerangan yang dilakukan oleh kelompok intoleransi di Kampung Metrodanan Pasar Kliwon,  Surakarta, pada Sabtu malam 8 Agustus pekan lalu.

“Penyerangan itu menodai semboyan bangsa kita yang toleran dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika,” kata juru bicara Deklaratr Lawan Intoleransi, Setyawan Budy,  dalam keterangan resmi, Rabu 12 Agustus siang tadi.

Baca juga : Pemotongan Pusara Salib, Pelita : Kami Menyesalkan Sikap Intoleransi

Kekerasan Atas Nama Keyakinan, Pelita Dukung Tindakan Tegas Aparat

Penyegelan Bakal Pemakaman Keluarga Sunda Wiwitan Menuai Kecaman

Budy menyebutkan bangsa Indonesia adalah bangsa yang dikenalkan keragamannya. Baik itu keragaman suku, adat-istiadat, bahkan agama, maupun kepercayaan. Bangsa yang dikenal dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Ia menyayangkan kekerasan yang dilakukan kelompok intoleransi di Surakarta itu, apa lagi dalam momentum mendekati memperingatan Hari Ulang Tahun ke-75 Republik Indonesia.

Dalam deklarasi itu belasan lembaga terdiri dari organisasi, serta komunitas lintas agama dan kepercayaan, mengecam keras tindakan kelompok massa intoleran yang telah melakukan kekerasan dan

Penganiayaan pada pihak yang dianggap berbeda keyakinan. “Itu tindakan yang nyata-nyata melanggar hukum di negeri ini,” kata Budy menambahkan.

Mereka juga menyampaikan empati kepada korban dan keluarganya sekaligus mengirimkan doa agar mereka segera sembuh serta menyatakan dukungan moral kepada mereka agar tetap berani memperjuangkan hak-hak mereka sebagai warga negara.

“Kami juga mengapresiasi pihak kepolisian dalam hal ini Polresta Surakartadan dan Polda Jateng yang segera mengusut dan menindak tegas para aktor pelaku tindak kekerasan di Kampung Metro danan Pasar Kliwon Surakarta tersebut berdasarkan hukum,” kata Budy menjelaskan.

Belasan lembaga itu mendukung sepenuhnya sejumlah langkah yang telah diambil pemerintah. Yakni Gubernur Jawa Tengah, Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Tengah, dan Kapolda Jawa Tengah sebagai wujud Kehadiran Negara dalam menyelesaikan kasus intoleransi di Surakarta.

“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia yang cinta perdamai andan menghargai Keberagaman untuk memperkokoh solidaritas, kedewasaan, dan moderasi beragama guna mewujudkan kerukunan umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” kata Budy menegaskan.

Tercatat deklarasi Lawan Intoleransi” dihadiri oleh H. Taslim Syahlan (Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Jawa Tengah), Romo Eduardus Didik, SJ (Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang), Maulana Saefullah A. Faruq (Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Semarang), Ustad Miqdad Turkan (Dewan Syura Ahlul Bait Indonésia), Setyawan Budy (Koordinator Persaudaraan Lintas Agama), Nuhab Mujtaba (GUSDURian Semarang), Bambang Permadi (Perguruan Trijaya), Lusiana (Majelis Niciren Shoshu Buddha Dharma Indonesia), dan Roy At’taul Djamil (Humanity First Indonesia).

Sementara itu Ketua MUI Jawa Tengah, KH Ahmad Darodji menyayangkan aksi penyerangan yang berujung kekerasan di surakarta itu. Ahmad Daroji menyebut tindakan kelompok intoleran itu tidak terpuji.

“Kami tegaskan ini (penyerangan acara midodareni di Solo) tidak dapat dibenarkan. Kita diajarkan untuk bertasamuh (bersikap toleran). Jadi harus mendengar pendapat orang lain meski berbeda pendapat,” kata Darodji.

Menurut Kiai Darodji, Indonesia merupakan negara hukum. Siapa pun itu tidak boleh mengambil tindakan melawan hukum tanpa alasan yang jelas, seperti melakukan pembubaran suatu kegiatan.

“Kita harus tabayyun (bertanya secara baik-baik) maupun klarifikasi. Kalau itu betul terkait acara midodareni itu kan lumrah dilakukan masyarakat Jawa,” katanya. (*)

TIDAK ADA KOMENTAR