
Hujan dalam intensitas tinggi menimbulkan tanaman palawija lebih mudah membusuk karena kurang oksigen.
Serat.id – Pengajar Agroklimatologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Nugraheni menyebut pengaruh La Nina dengan intensitas hujan tinggi akan berdampak pada tanaman jenis palawija yang tak bisa bertahan lama. Ia menjelaskan hujan dalam intensitas tinggi menimbulkan tanaman palawija lebih mudah membusuk karena kurang oksigen.
“Petani di dataran rendah maupun dataran tinggi harus waspada dengan curah hujan yang tinggi beberapa bulan ke depan,” kata Nugraheni saat dihubungi Serat.id, Selasa, 17 November 2020.
Baca juga : Fenomena La Nina, Ribuan Nelayan di Jateng Bakal Paceklik
Waspadai Hujan Intensitas Tinggi
Menurut dia, petani yang mengolah lahan di dataran rendah pertanian rawan genangan. Sehingga banyak tanaman seperti palawija tidak bisa bertahan karena akarnya busuk akibat kurangnya oksigen.
Ia menyarankan lahan sawah yang ditanami padi sebaiknya menggunakan varitas yang lebih tahan genangan. “Misalnya pakai bibit padi Inpari 30 yang lebih tahan genangan air,” kata Nugraheni, menambahkan.
Selain itu tingginya curah hujan seharusnya sudah diantisipasi menghindari lahan tergenang. Misalnya membuat embung yang tak hanya berfungsi untuk menghindari genangan, namun juga sebagai cadangan air saat musim kemarau. Nugraheni juga menyarankan pentingnya petani membuat biopri untuk mengurangi genangan air.
La Nina juga akan berpengaruh pada petani di dataran tinggi yang kebanyakan menanam sayuran. Menurut Nugraheni, curah hujan tinggi bisa menyebabkan erosi dan tanah longsor, selain itu juga bisa menyebabkan tanaman rawan terserang hama atau penyakit oleh bakteri maupun jamur, sehingga tanaman busuk.
“Tanaman sebenarnya bisa di lindunhgi dengan membuat plastik tunnel diatasnya, atau di dalam greenhouse. Tapi jangan menanam jenis tanaman yang rentan terhadap curah hujan seperti tomat, cabe dan sebagainya,” kata Nugraheni menjelaskan.
Rustam, petani Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara mengatakan belum merasakan pengaruh fenomena La Nina terhadap hasil pertanianya. “Di daerah saya ini masih belum ada perubahan terhadap hasil panen, jadi masih aman-aman aja,” kata Rustam.
Pria berusia 65 tahun itu mengaku menanam Ketimun, kacang panjang, semangka dan padi. Sebelumnya ia menanam semangka, namun harga jual usai panen anjlok. “Saya berharap agar hasil panen tetap baik dan maksimal,” katanya.
Sebelumnya, BMKG memprediksi puncak La Nina terjadi pada Desember 2020 hingga Januari 2021. Fenomena La Nina ini diprediksi akan menyebabkan peningkatan akumulasi hujan 20 hingga 40 persen di atas normal curah hujan bulanan di Indonesia. (*)