“Tangerang Selatan menjadi kota dengan kualitas udara nomor satu terburuk di kawasan Asia Tenggara, dan Jakarta di posisi tujuh,”

Serat.id – Laporan World Air Quality Report 2020 yang dirilis hari Selasa, 16 Maret 2021 menyebutkan Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara paling polutif se-Asia Tenggara. Hal itu menunjukkan Indonesia tidak saja berada di fase genting dengan dihapusnya limbah batubara fly ash dan bottom ash (FABA) dari daftar limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tapi juga darurat polusi udara.
“Dalam kategori kota, Tangerang Selatan menjadi kota dengan kualitas udara nomor satu terburuk di kawasan Asia Tenggara, dan Jakarta di posisi tujuh,” kata Fajri Fadhillah pegiat Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
Baca juga : Polusi Udara Picu Penyakit Kanker
Pendapat PLTU Batang Tak Cemari Lingkungan dibantah Greenpeace
Saatnya Indonesia Beralih ke Energi Terbarukan
Laporan tahunan yang merilis kualitas udara global tersebut menunjukkan tingkat konsentrasi PM2. di Tangerang Selatan berada di angka 74.9 (µg/m3) atau kategori tidak sehat pada standar organisasi kesehatan dunia (WHO). “Ini sekaligus jadi kota satu-satunya berudara tidak sehat rata-rata sepanjang tahun lalu di Asia Tenggara,” kata Fajri menambahkan.
Sedangkan Jakarta berada di urutan ketujuh 39,6 (µg/m3) atau tidak sehat bagi masyarakat kelompok sensitif. Menurut Fajri masuknya Tangerang Selatan sebagai kota terpolutif di Asia Tenggara tak mengejutkan.
“Apalagi studi pencemaran udara lintas batas di Provinsi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat menunjukan polusi udara dari pembakaran batubara di Provinsi Banten menyebar hingga sampai ke area Jakarta Metropolitan Area, termasuk Tangerang Selatan,” kata Fajri menjelaskan
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, mengatakan kondisi penecemaran udara itu akan semakin parah dengan munculnya aturan turunan UU Cipta Kerja ketika pemerintah menetapkan limbah FABA tidak lagi beracun dan berbahaya.
Peraturan itu, kata Tubagus membuat perjuangan warga untuk mendapatkan hak udara bersih dan lingkungan sehat menjadi semakin sulit karena pencemar abai terhadap tanggung jawab. “Kami melihat motif penghapusan FABA dari kategori Limbah B3 adalah semangat melayani kepentingan pengusaha,” kata Tubagus.
Menurut Tubagus, akumulasi pencemaran udara terus mengancam masyarakat sekitar industri-industri yang menggunakan pembangkit batubara, seperti Jakarta dan Banten dan ini pelanggaran HAM yang berlangsung setiap hari.
Ia menyayangkan sikap pemerintah yang seharusnya berhenti bergantung pada industri energi kotor batubara, pemerintah justru bersikeras menambah PLTU batubara baru Jawa 9 dan 10 di Cilegon, Banten. Proyek itu dinilai membuat kondisi Banten semakin sesak oleh PLTU.
Tercatat terdapat 19 PLTU batubara yang mengepung Banten dan Jakarta. Pembakaran batubara di pembangkit itu berkontribusi signifikan pada tingkat polusi udara. (*)