Jitet Kustana Mendunia Belajar dari Kios Buku Bekas

0

Di antara sederet nama kartunis di Kota Semarang, Jitet Kustana tampak menonjol. Indonesia harum berkat prestasinya yang gemilang di kancah internasional.

Kartunis senior Semarang pendiri komunitas Gold Pencil, Jitet Kustana berpose di depan karyanya. (Serat.id/Abdul Arif)

Serat.idJitet Kustana tengah duduk di teras saat penulis berkunjung di kediamannya di Jalan Candi Penataran Utara No 12, Kalipancur, Ngaliyan Kota Semarang, pada Sabtu, 5 Juni 2021. Ia yang mengenakan kaus putih menyambut kedatangan kami.

Sejumlah lukisan kartun terpajang rapi di berbagai sudut rumahnya. Ada satu lukisan berukuran besar yang belum jadi. Karya bernuansa hijau itu menampilkan dua sosok pria. Menurut  Jitet, karya tersebut akan dipamerkan pada peringatan ulang tahun Gus Mus.

Istrinya datang menghampiri. Menyuguhkan teh hangat dan beberapa makanan ringan. Jitet mengambil sebatang rokok. Ia meminta izin kepada kami untuk merokok. Sembari mengisap rokoknya, pria itu mulai bercerita tentang perjalanan hidupnya.

Asal Nama Jitet

Jitet Koestana adalah nama kerja. Pria kelahiran 4 Januari 1967 itu memiliki nama asli Kustono. Ia mengganti nama Kustono menjadi Kustana. Menurut Jitet, alasan mengganti huruf “o” dengan huruf “a” agar terkesan lebih terbuka.

Nama Jitet sendiri ia peroleh dari teman-temannya sewaktu kecil. Jitet merupakan merupakan nama ejekan ketika umur 9 tahun. Ejekan itu diberikan kepada Kustono kecil lantaran memiliki luka bekas operasi di bagian pantat.

Dulu, ia menangis jika dipanggil Jitet. Hingga waktu berlalu, ia sudah terbiasa dengan hinaan itu dan mengambilnya sebagai sebuah nama. Sampai sekarang orang-orang mengenalnya sebagai Jitet Kustana, sang kartunis.

Baca: Kartunis Jitet Kustana Jadi Juri di Iran Caricature Contest 2019

Bertemu Kartunis “Bogel”

Jitet tak tamat SMA. Pendidikan terakhirnya kelas dua di Sekolah Teknik Menengah (STM). Ia memilih drop out dan merantau ke Jakarta untuk bekerja sebagai buruh. Saat itu tahun 1983. Setahun kemudian ia kembali ke Semarang karena pabrik tempatnya bekerja dilalap habis si jago merah.

“Sekitar tahun 1985 ayah saya membelikan saya sebuah kios kecil. Di kios ini saya bekerja sebagai penjual buku dan majalah bekas. Tapi di sinilah sebenarnya sekolah saya,” katanya.

Di kios buku bekas, Jitet dengan leluasa membaca buku bahkan komik yang ia sukai. Seperti menikmati komik karya Rene Goscinny yang diilustrasikan oleh Albert Uderzo. Atau menikmati komik strip Peanuts karya Charles Monroe Schulz.

Jitet remaja memiliki hobi menggambar. Sembari menunggu pelanggan ia menyempatkan menggambar ataupun membaca.

Suatu ketika datang seorang pria bernama Slamet Bajuri ke kios milik Jitet. Slamet seorang kartunis dengan tokohnya bernama Bogel. Itu adalah pertemuan pertamanya dengan Slamet. Pertemuan itu yang membuat Jitet kenal lebih banyak tentang kartun. Ia kemudian bergabung dengan komunitas kartun Semarang yang dikenal dengan Semarang Cartoon Club (SECAC).

Di komunitas itu, ia bertemu dengan kartunis-kartunis senior. Jitet mengaku banyak belajar di sana, seperti mengirim karya ke media massa.

“Pada tahun 1987, kartun pertama saya diterbitkan oleh surat kabar lokal milik Suara Merdeka,” ujarnya.

Jitet lalu meniti karirnya sebagai kartunis di berbagai media. Di antaranya Harian Jawa Pos, Tabloid Gaya Sehat, Koran Pagi Kartika, Majalah Humor, Majalah Raket, Tabloid Senior dan Harian Kompas. Di Kompas ia mendapat bimbingan dari kartunis senior GM Sudarta.

Pada 2016, Jitet memutuskan untuk menjadi kartunis lepas.

Mengkader Kartunis Muda

Kartunis Jitet Kustana menerima penghargaan dari LEPRID sebagai kartunis dengan penghargaan terbanyak. (Serat.id/Abdul Arif)

Jika dihitung dari tahun 1987, Jitet telah berkecimpung di dunia kartun selama 34 tahun. Masa yang cukup lama. Banyak prestasi yang ia torehkan dari penghargaan nasional hingga internasional pernah ia dapatkan. Hingga saat tulisan ini dipublikasikan, Jitet telah mengoleksi lebih dari 200 penghargaan.

Prestasi Jitet bahkan dibukukan oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dan Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID) sebagai kartunis dengan penghargaan kartun internasional terbanyak.

Baca: Raih 182 Penghargaan Internasional, Jitet Pecahkan Rekor LEPRID

“Terakhir kemarin dapat penghargaan dari Iran, tapi nggak ada nominalnya. Cuma untuk senang-senang saja,” katanya.

Saat ini Jitet masih  produktif menggambar kartun. Sesekali Jitet mengamati pengumuman lomba dari website. Jika ada tema yang menarik, ia akan ikut serta dalam lomba tersebut. Di masa pandemi seperti ini, banyak lomba kartun yang dapat diikuti secara daring.

Bagi Jitet yang membedakan waktu normal dan ketika pandemi covid-19 adalah tidak adanya undangan untuk datang langsung ke negara penyelangara lomba.

“Ya kita nggak diundang. Karena adanya protokol kesehatan yang perlu dipatuhi dan ditakuti. Jadi lebih baik ngga perlu diundang datang,” jelasnya.

Selain itu, Jitet juga membimbing kartunis-kartunis muda yang tergabung dalam komunitas kartun Gold Pencil.

Gold Pencil merupakan komunitas kartun yang dibentuk pada 2017 untuk menaungi para kartunis, khusunya asal Kota Semarang. Jitet memutuskan membentuk Gold Pencil selain menjembatani kartunis-kartunis muda belajar tentang kartun,  juga mencari penerus.

“Ketika aku membentuk Gold Pencil yang tak pikirkan itu nek aku wes gak ono, terus seng meh nggandeng sopo? (kalau aku sudah tak ada, yang mau menggandeng siapa?) Nggak ada penerus. Selagi aku bisa kenapa nggak?” jelasnya.

Hingga saat ini kegiatan di komunitas Gold Pencil masih berjalan. Sesekali mereka rapat di kediaman kartunis senior Jitet Kustana itu.

Jitet berharap banyak kartunis muda yang lahir dari Gold Pencil. Jitet ingin Gold Pencil menjadi besar dan bagus.

Jitet juga memiliki cita-cita bisa keliling dunia melalui pameran kartun.

Baca: Jitet Kustana Pamerkan Karya Juara di Pusat Kartun Eropa

Serial Kartunis Semarang
Liputan Serial Kartunis Semarang merupakan tugas mata kuliah “Teknik Penulisan Feature” Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang.
Penulis: Sheila Tanjaya Ratnasari
Dosen Pengampu: Farida Rachmawati
Editor: Abdul Arif

Pameran Seni Rupa “Rekam Rebut”

Pameran Seni Rupa “Rekam Rebut” berlangsung selama 1-10 Desember 2018 di Joglo Sekretariat Dewan Kesenian Semarang (Dekase) Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang.

[email-subscribers-form id=”1″]

TIDAK ADA KOMENTAR