Ajudan gubernur itu melarang jurnalis agar tak menanyakan soal mobil dinas baru Gubernur yang dibeli saat publik menghadapi pandemi Covid-19.

Serat.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang menyatakan tindakan para bawahan Gubernur Sumatera barat yang mendikte para jurnalis saat liputan sebagai preseden buruk kebebasan pers. Pernyataan AJI Padang itu terkait seorang ajudan Gubernur Padang mendikte jurnalis saat menjalankan tugas mengumpulkan informasi untuk berita.
“Sikap itu adalah penghalang-halangan kegiatan jurnalis, dengan berpotensi melanggar Pasal 18 ayat 1 UU Pers,” kata Ketua AJI Padang, Aidil Ichlas, Rabu 1 September 2021.
Menurut Aidil, tindakan bawahan Gubernur Sumbar tanpa atau sepengetahuan atasanya yang mendikte para jurnalis itu justru mempertontonkan penggerusan ekosistem demokrasi di Sumbar.
Tercatat sikap ajudan Gubernur Sumbar, mendikte jurnalis terjadi saat sejumlah jurnalis ingin mewawancarai Gubernur Sumbar Mahyeldi, pada Kamis 26 Agustus 2021 di Istana Gubernur Sumbar.
Saat itu salah seorang ajudan Gubernur Mahyeldi menyampaikan kepada wartawan agar jangan menanyakan pertanyaan yang aneh-aneh. “Staf Gubernur berpesan agar wartawan hanya menanyakan seputar acara yang sedang berlangsung,”kata Aidil menambahkan.
Sedangkan secara langsung, ajudan gubernur itu melarang jurnalis agar tak menanyakan soal mobil dinas baru Gubernur yang dibeli saat publik menghadapi pandemi Covid-19.
“Kawan-kawan, kalau pertanyaan mobil sama surat, saya cut. Bapak (Mahyeldi) tidak mau itu. Saya langsung saja,” kata Aidil menirukan pernytaan seorang ajudan.
AJI Padang memingta meminta Gubernur Sumbar untuk menegur bawahannya, dan memastikan upaya penghalangan jurnalis yang sedang bertugas tidak terulang.Jurnalis yang dalam tugas peliputan dilindungi undang-undang.
Sedangkan sikap Gubernur Sumbar tidak berkomentar atau pun bungkam, adalah haknya sebagai narasumber. “Namun, dikte yang dilakukan bawahannya dengan cara mengatur-atur apa yang akan ditanyakan jurnalis kepada narasumber, adalah pelanggaran serius UU Pers No. 40 Tahun 1999,” kata Aidil menegaskan.
Ia menjelaskan, apa yang akan ditanyakan jurnalis merupakan bagian dari otoritas ruang redaksi. Kalau ada pihak di luar redaksi mengatur-atur itu, sama dengan mencampuri independensi ruang redaksi, sehingga berpotensi melanggar Pasal 18 ayat 1 UU Pers, serta menggerus demokrasi..
“Tindakan menghalangi kegiatan jurnalistik dengan sengaja bisa dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta,” katanya. (*)