Website Projectmultatuli.org telah menerbitkan #PercumaLaporPolisi dengan judul berita “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan

Serat.id – Aliansi Jurnalis Independen mengecam Polres Luwu Timur yang memberikan label hoaks terhadap berita yang terkonfirmasi yang diproduksi oleh Website Projectmultatuli.org. Tercatat Website Projectmultatuli.org telah menerbitkan #PercumaLaporPolisi dengan judul berita “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan”
“Laporan tersebut telah berdasarkan penelusuran dan investigasi kepada korban dengan melalui proses wawancara dengan pihak terkait, termasuk kepolisian Luwu Timur. Stempel hoaks atau informasi bohong terhadap berita yang terkonfirmasi,” kata Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim, Kamis 7 Oktober 2021, malam.
Menurut Sasmito, label hoaks pada karya jurnalistik terkonfirmasi dan terverifikasi merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme profesional, yang telah menyusun informasi secara benar sesuai Kode Etik Jurnalistik.
“Tindakan memberi cap hoaks secara serampangan terhadap berita merupakan pelecehan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis. Sasmito mengacu Pasal 18 Undang-undang Pers menjelaskan sanksi pidana bagi orang yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.
“Dengan begitu saya minta Polres Luwu Timur mencabut cap hoaks terhadap berita yang terkonfirmasi tersebut, serta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka,” kata Sasmito menegaskan.
Sasmito menyebut pelabelan hoaks akan membuat pers menjadi takut dalam membuat berita atau dikhawatirkan memicu praktik swasensor. Upaya yang dapat mengarah kepada pembungkaman pers ini pada akhirnya dapat merugikan publik karena tidak mendapatkan berita yang sesuai fakta.
Tercatat selain dilabeli hoaks, website Projectmultatuli.org juga mengalami serangan DDos. Hal itu terjadi pada Rabu, 6 Oktober 2021 pulul 18.00 WIB.
Semula tim IT Project Multatuli mengira hal tersebut terjadi karena masalah kapasitas server yang tidak memadai, namun pada Kamis pagi 7 Oktober baru diketahui ada serangan DDos terhadap website Projectmultatuli.org.
Peretasan tersebut diketahui ketika netizen tidak bisa mengakses serial laporan #PercumaLaporPolisi dengan judul berita “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan” yang tayang sejak sore sekitar pukul 16.00 WIB.
Sedangkan pukul 16.30 WIB, tim media sosial Project Multatuli membagikan konten sosial media di Instagram lalu disusul publikasi konten di twitter pada pukul 19.00 WIB.
AJI Indonesia menilai serangan itu adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers yang pada akhirnya dapat merugikan publik karena tidak mendapatkan berita yang sesuai fakta.
“Mengecam serangan DDos terhadap website Projectmultatuli.org. Serangan ini adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers,” kata Sasmito menjelaskan.
Ia juga mengimbau kepada jurnalis dan media agar mematuhi kode etik jurnalistik serta mengacu pada pedoman liputan ramah anak yang diterbitkan Dewan Pers dalam memberitakan kasus pencabulan terhadap tiga anak oleh ayahnya di Luwu Timur.
“Jurnalis tidak menuliskan identitas atau nama hingga alamat lengkap anak korban pelecehan seksual termasuk nama orang tuanya,” kata Sasmito mengingatkan.
Tercatat Laporan yang dicap hoak oleh Polres Luwu bercerita tentang seorang ibu yang melaporkan mantan suaminya atas dugaan pemerkosaan anaknya yang masih di bawah usia 10 tahun. Ibu itu mengadu ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Luwu Timur, lalu melaporkan ke Polres Luwu Timur.
Di kedua institusi ini Lydia tidak mendapatkan keadilan. Ia bahkan dituding punya gangguan kesehatan mental. Sedangkan mantan suaminya yang merupakan aparatur sipil negara di kantor dinas pemerintahan Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Pada Oktober 2019, ibu itu mengaku mendapat keluhan anak-anaknya mengeluh sakit dan menceritakan kepada ibunya perlakuan mantan suaminya kepada mereka. Sejak saat itu sang ibu melaporkan kasus tersebut ke Polres Luwu Timur, namun pada 10 Desember 2019, polisi menghentikan proses penyidikan dan tidak melihat atau mengabaikan semua bukti foto yang disampaikan. (*)