Keluarga korban juga belum paham hak-hak yang bisa diakses, sehingga informasi hukum sangat penting untuk mengawal proses hukum dari penyelidikan hingga tersangka ditahan dan divonis.

Ada perasaan khawatir dan takut dirasakan Asti jika proses hukum justru berujung pada bui. Masalahnya dia dan suaminya akan ketahuan menguburkan jasad bayi di tanah orang lain tanpa seizin pemilik.
Berita ini terkait: Cerita Pilu Tita Korban Kekerasan Seksual Berharap Keadilan
“Orangnya (pemilik lahan) tak bisa “dicolek” dikit (tidak kooperatif) jadi takut dan kebayang kalau nanti malah dilaporkan dan jadi masalah. Kalau ketahuan nanti dilihat orang banyak, sampai mana-mana dan jadi tontonan. Kasihan Tita,” kata Asti.
Meski begitu sikap melaporkan ke polisi atas kasus kekerasan seksual yang menimpa putrinya itu akan menjadi pengalaman dan pelajaran ke publik.
“Kok enak sekali menghamili anak orang tidak diberi hukuman,” kata Asti menambahkan.
Kini ia dihantui rasa bimbang apakah akan melanjutkan laporannya atau tidak. Kekhawatiran lain jika ia dianggap kasusnya dibuat-buat. Asti pun pasrah meski setiap malam tak dapat tidur nyenyak memikirkan jasad bayi yang dikubur di tanah tetangga.
Ia sempat terpikirkan mengungsikan Tita ke rumah saudaranya. Tapi kemudian membayangkan anaknya belum mampu mandiri, membuatnya berubah pikiran. Kekalutan juga muncul terduga pelaku akan mencelakai anaknya.
“Waktu hamil saya bingung. Kalau dititipkan saudara pasti geger. Akhirnya ya sudahlah kata bapaknya dijalanin saja,” katanya.
Direktur LBH APIK Semarang, Raden Rara Ayu yang selama ini mendampingi korban mengakui keluarga ternyata gamang untuk proses hukum. Hal itu karena kemungkinan besar proses pembuktian membutuhkan autopsi jasad bayi yang dikuburkan.
“Itu opsi terakhir jika terduga pelaku tidak mengakui dan jaksa meragukan keterangan korban dan saksi,” kata Ayu.
Selain itu keluarga korban belum paham hak-hak yang bisa diakses, sehingga informasi hukum sangat penting untuk mengawal proses hukum dari penyelidikan hingga tersangka ditahan dan divonis.
Sayangnya keterangan korban diragukan dan dianggap tidak konsisten. Misal, terkait keterangan waktu kejadian yang memang sudah lama. Hambatan lain harus ada juru bicara bersertifikat untuk pendamping.
“Jadi, Polres beralasan peristiwa hukum ini masih dianggap bukan kejahatan. Harus ada pembuktian kuat baru bisa naik ke tingkat penyelidikan dan terduga pelaku dipanggil, dinaikkan statusnya menjadi tersangka bahkan bisa ditahan,” kata Ayu menjelaskan. (*)
Penulis: NONI ARNEE