Selama ini pemerintah sewenang-wenang mengeluarkan informasi berdasarkan klaim sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat kepolisian.

Serat.id – Aliansi jurnalis Independen atau AJI minta pemerintah menghentikan pelabelan hoaks berita yang hoaks yang diterbitkan media terkait peristiwa represif dan penangkapan warga penolak tambang di Wadas .
Selama ini pemerintah sewenang-wenang mengeluarkan informasi berdasarkan klaim sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat kepolisian. “Itu tak seusai dengan Pengecekan Fakta Internasional yang mengharuskan adanya prinsip-prinsip seperti komitmen nonpartisan dan keadilan, komitmen transparansi atas sumber, transparansi metodologi (pengecekan fakta), serta komitmen atas koreksi yang terbuka dan jujur,” kata ketua Aliansi Jurnalis Independen, Sasmito Madrin, Sabtu, (12/2/2022).
Menurut Sasmito, pemerintah terlihat berupaya mendistorsi berita terkait pengamanan berlebihan, kekerasan, dan penangkapan yang dilakukan aparat polisi terhadap warga penolak tambang di desa Wadas. Hal tersebut setidaknya tergambar dalam konferensi pers yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta pada Rabu 9 februari 2022 yang menyampaikan semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan suasana mencekam di Desa Wadas tidak terjadi seperti yang digambarkan, terutama di media sosial. Meneteri Mahfud mengklaim situasi di Desa Wadas dalam keadaan tenang dan meminta warga tidak terprovokasi.
Selain itu siaran informasi Polri juga melabeli situasi di Wadas sebagai hoaks atau informasi bohong. Ini terlihat dari unggahan humas.polri.go.id yang berjudul “Ulama Purworejo Serukan Warga Menolak Hoax Tentang Situasi Wadas, Polda Jateng Warning Akun Tukang Provokasi” sehari beirkautnya Kamis 10 Februari.
“Dalam unggahan tersebut, Polri juga menegaskan menindak pengelola akun-akun yang dinilai provokatif melalui jalur hukum. Faktanya warga hanya menyampaikan informasi melalui media sosial terkait peristiwa yang terjadi di Desa Wadas,” kata Sasmito menjelaskan.
Tidak hanya itu, akun twitter @DivHumas_Polri juga menyematkan stempel hoaks terhadap konten milik Wadas Melawan. Polisi membuat narasi bahwa ada warga yang membawa senjata tajam dan kemudian diamankan polisi. Namun, Tempo melaporkan bahwa senjata tajam yang dibawa warga merupakan alat untuk mencari rumput pakan ternak.
Dengan kondisi itu Sasmito mengatakan pers nasional agar menjalankan fungsi kontrol sosial seperti diamanatkan Undang-undang Pers. “Termasuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti pembangunan proyek Bendungan Bener yang berdampak kepada warga Wadas,” kata Sasmito menjelaskan.
Selain itu ia menegaskan pers nasional untuk memberikan suara kepada mereka yang tidak bisa bersuara. Sebab hanya pers yang mendapat jaminan perlindungan UU Pers, yang dapat menjadi juru bicara publik saat berhadapan dengan pemerintah atau penguasa. “Selain itu jurnalis agar bersikap independen dan menghasilkan berita yang akurat terkait peristiwa di Wadas,” katanya. (*)