“Kematian ABK di laut ditutupi dengan bayar biaya tutup mulut ke keluarganya”
SERAT.ID – Anak buah kapal atau ABK kapal ikan asing kerap mendapatkan perlakuan tidak manusiawi saat bekerja di atas kapal. Hal ini dialami Daroni, ABK asal Desa Tegalurung Cenang, Kecamatan Songgo, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Daroni mulai bekerja di kapal Han Rong 363 pada September 2019. Di kapal itu dia bertemu 13 ABK asal Indonesia, tujuh dari Myanmar, dua dari Filipina, kemudian lima dari China termasuk sang kapten.
Kerja delapan jam lebih dalam sehari, minum air sulingan berwarna kekuningan serta berbau karat, makan dengan lauk ala kadarnya sudah dirasakan Daroni dan para ABK lain saat pertama kali mereka bekerja.
“Kalau ABK yang dari China itu minumnya air mineral, yang lainya minum air sulingan,” kata Hassan, ABK asal Jawa Timur, teman satu kamar Daroni.
Setelah delapan bulan bekerja di atas kapal, Daroni merasakan tak enak badan. Waktu itu kapal akan bersandar di Arab Saudi.
“Itu Mei 2020 pas bulan puasa,” kata Hassan mengingat kejadian tersebut.
Saat itu banyak kapal minta sandar, namun kapal tempat Daroni bekerja belum bisa bersandar. Merasa tak enak badan, Daroni terpaksa menyeberang ke kapal yang ditumpangi temannya untuk minta kerokan (terapi alternatif tradisional yang sering digunakan di negara-negara Asia).
Setelahnya, Daroni kembali lagi ke kapal namun kesehatannya tak membaik. Saat berbuka puasa, dia hanya makan satu roti, itupun tak sanggup dihabiskan. Daroni kemudian diberi pil bulat kecil warna cokelat oleh kapten, lalu meminumnya.
“Di kapal, kalau sakit apa saja ya obatnya cuma pil itu. Nggak tahu itu pil apa karena tulisannya [aksara] China, jadi kami nggak tahu artinya,” kata Hassan.
Tak lama setelah minum obat itu, Daroni muntah-muntah lalu berbaring di kamar dan meminta Hassan membacakan Al-Qur’an.
Hassan pun mengajak dua temannya membacakan Al-Qur’an dan Surat Yasin agar Daroni segera sembuh.
“Dia sakit dan teman-temannya memperingatkan untuk istirahat saja, tapi tetap ngotot ikut mancing dan menarik jaring.”
Kata Hassan, Daroni tiap hari tak pernah pakai baju dan hanya memakai celana dalam.
“Pas sakit ya pakai jaket, tapi tetap cuma pakai celana dalam.”
Perhatian temannya tak digubris Daroni. Ia tetap ikut narik jaring dan memancing sampai tengah malam.
Setelah satu minggu, badan Daroni semakin lemah hingga hanya mampu berbaring di kamar.
Mengetahui Daroni tak berdaya, Hassan mengajak teman-temannya kembali membacakan Yasin. Sementara satu teman lain berlari ke ruang kapten meminta kapal segera bersandar.
Kapten kemudian menghubungi pihak perusahaan kapal untuk izin bersandar. Namun, pihak perusahaan tak mengabulkan permintaan kapten tersebut. Padahal kondisi Daroni saat itu semakin memburuk.
“Daroni butuh oksigen tapi di kapal nggak ada. Dokter juga nggak ada,” kata Hassan.
Saat itu kapal masih tak bisa bersandar. Kesehatan Daroni semakin memburuk dan Daroni meninggal dunia di dalam kamarnya, di samping Hassan.
Kabar duka disampaikan kepada kapten. Sang kapten terlihat menyesal karena tak dapat membantu anak buahnya.
Setelah dimandikan dan disalatkan, jenazah Daroni dimasukkan ke ruang pendingin.
Satu minggu kemudian, jenazah Daroni dipindahkan ke kapal Fu Yuan Yu. Kapal bendera China ini akan membawa jenazah Daroni ke Indonesia. Selain jenazah Daroni, di kapal tersebut terdapat empat jenazah ABK asal Indonesia dan satu jenazah ABK dari Filipina.
“Saat peti dipindahkan sore hari sedang badai. Petinya sempat jatuh ke laut saat proses pemindahan,” kata Hassan.
Saat itu, Hassan lega karena jenazah Daroni akan diantar ke kampung halaman dengan kapal Fu Yuan Yu.
Namun, di tengah perjalanan jenazah Daroni dilarung di laut Arab tanpa persetujuan dari keluarga.
“Saya nggak tahu kalau jenazah Daroni di larung. Kata kapten, jenazah akan dibawa ke Indonesia dan diserahkan keluarga,” kata Hassan.
Menunggu Regulasi
Setelah dua bulan di kapal, Daroni sempat menghubungi tantenya, mengatakan jika ia sedang di Sri Lanka.
“Bulan Mei nanti, Daroni akan menghubungi lagi saat bersandar,” kata Diryo, ayah Daroni, mengingat kejadian itu.
Saya menemui orang tua Daroni di rumahnya pada pertengahan Mei 2022. Diryo kini berjualan nasi goreng di depan rumah tetangganya.
Sebelumnya, Diryo berjualan nasi goreng di Jakarta. Setelah anaknya meninggal dan jenazahnya tak pernah kembali, Diryo bersama istri memutuskan berjualan di kampung.

Di ruang tamu rumahnya foto masa kecil Daroni dipajang, persis di tembok depan pintu masuk, bersanding dengan foto kedua adiknya.
Raut kesedihan masih tampak walau ia melempar senyum saat menyampaikan keberatan diwawancarai mengenai Daroni.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Tegal, Zaenudin, mengatakan pihaknya mendampingi keluarga untuk mengurus kasus kematian Daroni.
“Pihak keluarga meminta kami menguruskan jenazah anaknya, dalam kondisi apa pun yang penting bisa dipulangkan,” katanya.
Zaenudin menghubungi Kementerian Luar Negeri dan meminta agar jenazah Daroni dapat dipulangkan.
Jawaban dari Kemenlu saat itu, kapal yang membawa jenazah Daroni akan bersandar di Singapura, lalu akan dijemput dengan kapal cepat melalui Batam.
Zaenudin terus mengontak Kemenlu menanyakan perkembangan keberadaan kapal. Ia dijanjikan dalam waktu satu minggu kapal akan bersandar di Singapura.
“Tapi, kenyataanya jenazah Daroni tak pernah dipulangkan,” katanya.
Mengetahui SBMI menghubungi Kemenlu, perwakilan PT Puncak Jaya Samudra (PJS), perusahaan penyalur ABK dari Pemalang yang memberangkatkan Daroni menekan pihak keluarga.
Orang tua Daroni diminta menandatangani surat bukti pembayaran sisa gaji yang belum diterima.
“Pihak agen mengatakan jenazah akan dipulangkan setelah keluarga tanda tangan. Kemudian keluarga menandatangani surat tersebut,” kata Zaenudin.
Malam hari sepulang dari kantor agen, keluarga Daroni dihubungi Kemenlu, Dinas Perhubungan, dan perusahaan melalui video call.
“Mereka menyampaikan jenazah Daroni sudah dilarungkan. Diryo dan istri pingsan seketika mendengar kabar buruk itu,” katanya.
Kemudian pihak keluarga meminta SBMI Tegal agar kasus dilanjutkan dan pihak perusahaan mengganti kerugian sebesar Rp2 miliar.
Keluarga menuntut agar pemerintah segera mengusut kasus yang menimpa anak kesayangannya itu.
Zaenudin menuding jika pemerintah tak ada niatan untuk mengusut kasus pelarungan Daroni.
“Pemerintah bilangnya sudah berusaha memulangkan jenazah, namun kapten malah melarungkan. Menurut pemerintah, kesalahan mutlak dari kebijakan kapten. Bukan dari perusahaan atau pemerintah,” katanya.
Diryo hanya tahu yang memberangkatkan anaknya adalah PT PJS, jadi perusahaan itu harus bertanggung jawab dalam kasus ini.
Setelah Zaenudin mengusahakan mediasi dengan Kemenlu dan Kementerian Perhubungan, akhirnya Diryo bersama istri ditemani Zaenudin dan tim SBMI pergi ke Jakarta untuk mediasi. Mereka berangkat dengan menyewa mobil.
Kekecewaan Zaenudin kepada keluarga Daroni muncul ketika dalam mediasi tersebut Diryo menerima uang Rp200 juta dari perusahaan atau agen sebagai pengganti pelarungan.
“Ya saya kecewa. Sudah saya usahakan agar mendapatkan uang tuntutan, tapi kok nyatanya malah menerima Rp200 juta itu,” ucap Zaenudin.
Sepulang dari mediasi, Diryo dan istri tak lagi satu mobil dengan Zaenudin. Tanpa sepengetahuan Zaenudin, mereka sudah menyewa truk untuk sekalian mengangkut gerobak nasi goreng.
Kemudian Zaenudin pulang ke Tegal. Tak hanya kecewa, ia juga harus menanggung biaya sewa mobil, uang bensin dan makan. “Bahkan ucapan terima kasih aja nggak ada,” katanya.
Beberapa lama kemudian, kata Zaenudin, Diryo mendapat kiriman uang dari perusahaan kapal sebesar Rp200 juta lagi.
“Jadi totalnya, keluarga Daroni mendapat Rp400 juta,” ucap Zaenudin.
Hingga kini kasus pelarungan Daroni tak ada kelanjutanya, bahkan seolah-olah kasus tersebut tak pernah ada.
Dualisme Perizinan
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI, Pujiono mengatakan jika kasus ABK migran ini menjadi kasus sensitif karena Jawa Tengah menjadi episentrum ABK.
“Kami akan terus berupaya memberikan perlindungan terhadap pekerja migran, khususnya ABK. Negara juga wajib memberikan perlindungan jika ada warganya yang bekerja di sektor laut,” katanya.
Perlindungan diatur dalam UU 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Sedangkan aturan perairan diatur oleh Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 59 tahun 2021.
Menurut Pujiono kondisi saat ini ada dualisme perizinan. Manning agency yang melakukan perekrutan ABK, menggunakan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPAK) diterbitkan Kemenhub.
Kemudian SIUP Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia atau P3MI dikeluarkan oleh Kemenaker. “Jadi belum jelas implementasinya di lapangan,” kata Pujiono.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari menjelaskan kasus ABK telah ditangani oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
“Disnakertrans Jateng pastinya berkomunikasi dengan pihak keluarga,” ujarnya.
Sakina mengatakan persoalan yang menimpa pekerja migran, pemerintah wajib hadir, baik ABK yang legal maupun ilegal.
“Kami menindaklanjuti setiap laporan yang masuk, di tahun 2021 tercatat ada 564 aduan, 51 diantaranya pekerja migran,” kata Sakina.
Pekerja migran yang dimaksud Sakina yakni pekerja sektor darat, sementara ABK migran lebih banyak mengadu kepada BP2MI.
“Yang jelas kami tidak akan tinggal diam. Kami juga ada layanan aduan yang bekerja sama dengan Imigrasi, BP2MI dan Polda Jateng,” katanya.
Sakina berjanji akan segera mendatangi pihak Keluarga dan PT PJS untuk menindaklanjuti kasus pelarungan Daroni.
“Regulasi khusus ABK migran dalam UU 18 tahun 2017 itu sudah ada tetapi belum dirilis,” pungkasnya.