Serat.id – Setidaknya 14 pasal bermasalah berikut rincian ayat penjelasannya dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tahun 2019 mengancam kebebasan pers dan dapat memidanakan jurnalis. DPR dan Pemerintah harus menghapusnya sebelum disahkan.
Hal ini disampaikan Ketua umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim dalam rilis resmi (19/6/22), menanggapi sejumlah pasal di RKUHP yang rencananya akan diselesaikan pada Masa Sidang ke-V DPR RI Tahun 2022.
“Pekerjaan jurnalis makin berisiko tinggi karena pasal-pasal yang mengatur tindakan-tindakan seperti: “menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum,”jelas Sasmito dalam rilis resmi (19/6/22).
Pasal yang disebut ini berkaitan dengan sejumlah hal terkait dengan pasal Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara, Tindak Pidana Penghinaan, Penodaan agama, Tindak Pidana terhadap Informatika dan Elektronika, Penyiaran Berita Bohong, Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan, dan pasal Pencemaran Orang Mati.
AJI Indonesia tidak ingin pasal penghinaan terhadap presiden terulang kembali. Contohnya, vonis penjara Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka Supratman selama enam bulan dengan masa percobaan 12 bulan dalam kasus pencemaran nama baik Presiden Megawati Sukarnoputri di tahun 2003.
“Kami juga mendorong penguatan etika jurnalis dan penyelesaian sengketa pemberitaan melalui mekanisme Undang-undang Pers. Pasal dalam RUU KUHP yang berkaitan dengan persoalan etika seperti Pasal 263 dan tentang kabar yang tidak pasti dan berlebih-lebihan perlu dihapus,” imbuh Sasmito.
Selain mendesak DPR dan pemerintah untuk menghapus sejumlah pasal, AJI juga meminta transparansi pembahasan RUU KUHP dengan cara membuka draf terbaru ke publik.
“Publik belum mendapatkan draf RUU KUHP terbaru. Pelibatan publik itu penting dalam setiap pembuatan regulasi karena UU berdampak pada semua warga negara termasuk jurnalis,” imbuh Sasmito.
DPR dan pemerintah seharusnya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada publik untuk membaca dan mengkritisi semua pasal dalam RUU KUHP.
Komisi III DPR RI dan pemerintah, kembali membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP pada 25 Mei 2022 yang menjadi Prolegnas Prioritas 2022 ini. (*NA)