
Serat.id – Lagu Indonesia Raya berkumandang di Dukuh Timbulsloko, Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Dengan khidmat, warga memberikan penghormatan tatkala Sang Saka Merah Putih dikibarkan di tengah kepungan banjir rob.
Selain itu, bendera sepanjang 30 meter juga turut dibentangkan oleh warga dengan penuh sukacita.
Anak-anak tampak riang menyanyikan lagu Hari Merdeka sembari memegang bendera kecil di tangan mereka.
Di sisi lain, ada sebuah spanduk yang menarik perhatian bertuliskan “Merdekakan Kami dari Krisis Iklim!”.
Kalimat tersebut seolah mewakili suara warga yang resah dengan kondisi tempat tinggalnya.
Kondisi tersebut ditegaskan dalam teks Proklamasi Mimpi yang dibacakan seorang pemuda bernama Imam.
“Dengan segala kekuatan yang ada, kami menyelamatkan diri, memerdekakan diri kami dari banjir rob dan krisis iklim,” ucap Imam dengan lantang, Kamis (17/8/2023).
Teks tersebut dibacakan untuk membangkitkan mimpi-mimpi warga Timbulsloko demi mempertahankan ruang hidupnya.
Warga berharap bisa hidup tenang, damai dan merdeka dari kepungan banjir rob.
“Kami masyarakat kecil yang harus menelan pahit akibat dari krisis iklim. Seharusnya merdeka juga berarti selamat dan sejahtera. Selamat dari krisis iklim seperti banjir rob, selamat dari kesulitan ekonomi karena sumber daya kami rusak dan habis,” ungkap Ridho, salah satu warga.
Ketua Karang Taruna Timbulsloko, Roni (21) mengatakan, upacara Hari Kemerdekaan Indonesia ini merupakan tahun ketiga digelar di Timbulsloko.
Menurut dia, upacara memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ini sejatinya tetap harus digelar meski di tengah hantaman banjir rob.
“Kegiatan ini untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur dan berjuang demi kemerdekaan,” ujar Roni.
Sementara itu, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Dinar Bayu mengungkapkan, Timbulsloko merupakan salah satu desa di Demak yang terdampak krisis iklim karena kenaikan muka air laut.
“Akibat krisis iklim masyarakat Timbulsloko tidak hanya terdampak lingkungan tetapi juga secara kultural,” kata dia.
Sebab, sebelum Timbulsloko terendam banjir rob, sebagian besar warga sekitar merupakan para petani.
“Masyarakat yang sebelumnya bekerja sebagai petani dipaksa menjadi masyarakat nelayan untuk bertahan hidup. Ini merupakan efek domino akibat krisis iklim,” ucap dia.
Untuk itu, pihaknya berkampanye mendesak pemerintah mempercepat transisi energi kotor ke energi bersih untuk menghentikan krisis iklim.
“Timbulsloko salah satu dari banyak daerah yang sudah merasakan dampak krisis iklim secara langsung jika kita tidak segera beralih dari energi fosil seperti batubara ke energi terbarukan yang ramah lingkungan,” ungkap dia.