Serat.id – Sedari pagi sekitar pukul 07.00 pada Minggu, 3 September 2023, masyarakat Dusun Sleker, Kelurahan Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang sudah disibukan dengan persiapan festival budaya.
Tepat pukul 10.00, jalan raya Kopeng-Magelang penuh sesak dipadati iring-iringan perserta festival dan ribuan penonton.
Rombongan itu berjalan dari panggung utama yang berada di tengah dusun Sleker, kemudian berarakan menuju mata air Tuk Songo, sekitar 1 kilometer ke arah basecamp gunung Merbabu.
Kegiatan tersebut sebagai perayaan Saparan, yaitu suatu tradisi yang dilakukan setiap tahun pada bulan sapar penanggalan Jawa.
“Saparan tahun ini dikemas dengan kegiatan Festival Budaya Kulon Kayon II, mengusung tema ‘Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata. Aja adigang adigung adiguna’,” kata ketua panitia Saparan, Dinar Bayu, Minggu, 3 September 2023.
Acara yang diikuti 10 RT di dusun Sleker itu, menampilkan beragam busana Jawa, ada juga semacam ‘sesaji’ yang ditandu dengan iringan musik dari bekas drum air.
Berjalan dengan busana tradisional di bawah terik matahari dan jalan yang menanjak, tak lantas membuat surut semangat warga dusun Sleker.
Saparan merupakan bentuk rasa syukur masyarakat dusun Sleker kepada Tuhan atas berkah kesehatan dan hasil bumi yang melimpah.
“Adapun acara ini terdiri dari beberapa pegelaran seni, antara lain Kirab Budaya yang diikuti oleh seluruh masyarakat Dusun Sleker, perhelatan wayang, pementasan kesenian setiap RT, dan beberapa kesenian dari Dusun Sleker,” kata Dinar menjelaskan.
Menurutnya, tradisi tersebut juga sebagai upaya masyarakat dusun Sleker untuk melawan laju perubahan iklim yang semakin cepat.
Pantauan Serat.id, sesampainya di Tuk Songo, seorang tokoh masyarakat terlihat sedang melakukan ritual di sumber mata air itu.
Ritual tersebut diawali dengan menyalakan dupa, beberapa sajian seperti kopi, jajanan pasar dan bunga, serta seekor ayam jantan hidup yang dilepas di atas sumber mata air.
“Kegiatan tersebut untuk melestarikan sumber mata air di ‘Tuk Songo’ dengan budaya Saparan dan kegiatan konservasi yang rutin kami lakukan,” ucapnya.
Dinar menyampaikan, kami warga dusun Sleker sudah mengalami dampak kerusakan iklim yang mana sulit sekali menentukan masa tanam maupun panen.
Petani banyak yang merugi karena gagal panen akibat anomali cuaca yang tidak menentu.
“Kami sudah merasakan dampak krisis iklim dan tidak ingin merasakan krisis air,” terangnya.
Setelah ritual selesai dilakukan, kembali iring-iringan tersebut berjalan dengan rute yang berbeda, yakni melewati dusun Dukuh lalu masuk ke area Taman Wisata Kopeng dan berakhir di panggung utama.
Dinar berharap, semoga hasil bumi di dusun Sleker senantiasa melimpah, sumber air terjaga kelestariannya, lingkungan bersih dan sehat jauh dari ancaman kerusakan iklim.
“Serta masyarakat diberikan berkah kesehatan, rejeki dari aktivitas pariwisata, pertanian dan pekerjaan lain,” pungkasnya.
Setelah berjalan beriring sejauh 2 kilometer, Festival Budaya Kulon Kayon II tersebut ditutup dengan rebutan gunungan sayur hasil bumi Kopeng, di halaman salah satu warga dusun Sleker atau panggung utama.
