
Puluhan mahasiswa menyaksikan film dokumenter berjudul “3 Stolen Cameras” di sebuah ruang pertemuan di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), Kamis, 7 Desember 2023.
Film tersebut berisikan rekaman jurnalis warga di Sahara Barat (Western Sahara) yang mengabadikan tindakan kekerasan aparat keamanan Kerajaan Maroko terhadap warga di Sahara Barat yang ingin merdeka dari kerajaan itu.
Tiga kali kameranya hilang karena dirampas aparat keamanan!
Saya tertegun melihat rekaman aparat keamanan yang memukuli ibu-ibu yang ikut aksi damai di Maat Allah (2009). Mereka berlarian untuk menyelamatkan diri.
Ingatan saya melayang ke Desa Wadas di Purworejo. Pada 23 April 2021, pasukan polisi memukuli dan menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi duduk para perempuan (Wadon Wadas) di jalan desa.
Mereka sedang menghalangi aparat keamanan masuk ke desa untuk memaksa warga menerima rencana pemerintah membuka tambang batu andesit di desanya.
Film “3 Stolen Camera” menjadi pembuka diskusi tentang potret penjajahan di Sahara Barat. Ini abad 21, sulit dipercaya masih ada praktik penjajahan! Sahara Barat kaya dengan fosfat dan hasil lautnya, ikan.
Pembicaranya adalah dua aktivis hak asasi manusia dari Swedia, Sanna Ghotbi (30) dan Benjamin Ladraa (31) yang bergerak di bawah organisasi mereka, Solidarity Rising.
Mereka sedang melakukan bike4westernsahara, naik sepeda keliling dunia dari Swedia sejak 15 Mei 2022 sejauh 48.000 kilometer dan melewati 40 negara.
Dari Swedia, mereka bergerak ke selatan dan lanjut ke timur hingga ke Jepang. Kemudian terbang ke Indonesia, mendarat di Pulau Bali, dan bersepeda melintasi Pulau Jawa.
Misi keliling dunia yang dibiayai dengan uang pribadi dan publik ini hanya satu, mengabarkan kondisi memprihatinkan penduduk Sahrawi di Sahara Barat karena masih dijajah Kerajaan Maroko. Di seluruh dunia, tak banyak orang tahu soal Sahara Barat.
“Karena jurnalis dan aktivis hak asasi manusia dilarang ke Sahara Barat,” ujar Sanna.
Kerajaan Maroko memang tidak menghormati prinsip demokrasi. Januari 2023, International Federation of Journalist (IFJ) bersama Uni Eropa mengecam Maroko yang makin tidak melindungi kebebasan pers. Dalam peringatan hari Kebebasan Pers Dunia, 2023, Maroko menduduki ranking 144 dari 180 negara.
Wilayah Sahara Barat seluas negara Inggris itu (266 kilometer per segi) terletak di Benua Afrika bagian barat laut.
Sahara Barat dijajah oleh Spanyol selama 100 tahun dan kemudian diserahkan ke Kerajaan Maroko pada 1975.
Tetapi penduduk asli Sahara Barat, Sahrawi ingin negara sendiri. Perang pun pecah antara tentara Maroko melawan gerilyawan Polisario yang berjuang untuk Sahara Barat.
Pada 1976, gerilyawan Polisario mendirikan negara, Republik Demokratik Arab Sahrawi (RDAS). Pusat pemerintahan berada di kamp pengungisan Sahrawi di Tindouf, wilayah negara tetangga, Aljazair. Hingga kini ada 80 negara sudah mengakui, di Asia baru Kamboja, Vietnam, dan Timor Leste.
Sanna menjelaskan kondisi di Sahara Barat mirip Palestina yang diduduki Israel. Itu sebabnya bendera RDAS mirip Palestina, bedanya ada bintang dan bulan sabit di tengah.
“Sahara Barat mendukung kemerdekaan Palestina,” ujar Sanna.
Di Sahara Barat juga ada tanggul sepanjang 2.700 kilometer dari utara ke selatan yang memisahkan sisi barat (lebih luas) yang dikuasai Maroko dan sisi timur yang dikuasai gerilyawan Polisario. Tanggul ini menyerupai tembok di wilayah Gaza, Palestina yang dibangun Israel.
“Kerajaan Maroko dan Israel adalah sekutu dekat, mereka saling membantu,” tegasnya.
Sanna menceritakan warga Sahrawi selalu mengalami kekerasan. Anak-anak tidak diperkenankan menggunakan bahasa mereka yang sedikit berbeda dari bahasa Arab. Di sekolah, guru tidak segan-segan memukul anak Sahrawi jika tidak menggunakan bahasa Arab.
Sebuah artikel berjudul “Sebuah Garis di Pasir” (National Geographic, Juli 2007) menceritakan derita penduduk Sahrawi di Sahara Barat.
Dikisahkan, ada seorang perempuan bernama El Ghalia Djimi yang sangat sedih karena kehilangan neneknya yang berumur 60 tahun ketika ditahan penguasa Maroko. Wakil ketua organisasi pengawas pelanggaran hak asasi manusia oleh Maroko ini mencatat lebih dari 100 orang Sahrawi hilang seperti neneknya.
Indonesia adalah negara ke 18 yang disinggahi Benjamin dan Sanna. Di setiap kota besar, ia menggelar diskusi di universitas dan bicara dengan para jurnalis. Di sepanjang jalan, mereka juga bisa berbicara dengan banyak orang.
“Dengan naik sepeda kita bisa bertemu dan bicara dengan banyak orang,” ujar Ben.
Di Yogyakarta, Benjamin dan Sanna dapat banyak undangan bicara soal Sahara Barat. Rabu malam, 13 Desember 2023, saya dan beberapa teman datang ke markas MES 56 karena mereka menjadi pembicara dalam diskusi di komunitas seniman ini.
Tetapi setelah menunggu beberapa menit, tak ada tanda-tanda diskusi akan dimulai. Benjamin dan Sanna juga tak kunjung datang.
“Diskusinya tidak jadi, Benjamin dan Sanna ada persoalan imigrasi,” ujar seorang pria dari MES 56 yang menghampiri kami.
Kami pulang dengan penasaran, persoalan apa? Pertanyaan ini baru terjawab ketika Benjamin dan Sanna bicara dalam jumpa pers secara daring yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, Rabu, 20 Desember 2023.
Waktu itu, dua pejuang hak asasi manusia itu sudah tiba di Swedia lagi.
Benjamin mengatakan saat itu ia dan Sanna sedang memperpanjang visa di kantor Imigrasi di Surakarta.
Mereka mendapat informasi bahwa perusahaan di Bali yang menyeponsori mereka menarik sponsornya.
“Jadi kami tidak bisa memperpanjang visa dan ada polisi rahasia yang mencari kami itu membuat kita harus meninggalkan Indonesia secepatnya,” ujar Benjamin.
Sanna menambahkan, polisi rahasia dari Indonesia yang mendatangi alamat rumah pihak di Indonesia yang tercantum dalam visa mereka. Mereka menggeledah dan menginterogasi orang di alamat itu dan bertanya di mana Benjamin dan Sanna berada.
Mereka tidak tahu apa alasannya, karena polisi tidak pernah menelpon. “Kami sangat terkejut,” ujar Sanna.
Akibatnya, perjalanan ke beberapa kota besar di Indonesia, termasuk Semarang, batal. Begitu pula dengan lawatan ke negara Asia Tenggara lainnya.
Kebetulan sepeda Benjamin juga rusak, ia butuh sepeda baru sehingga langsung pulang ke Swedia.
Indonesia dan Kerajaan Maroko memiliki hubungan diplomatik yang mesra sejak dahulu. Di Jakarta ada nama Jalan Casablanca, salah satu kota besar di Maroko. Di Ibukota Maroko, Rabat, ada Jalan Soekarno atau Rue Soekarno.
Februari nanti, Benjamin dan Sanna melanjutkan tur keliling dunianya dengan naik sepeda. Perjalanan panjang mereka dari Eropa ke Benua Afrika itu akan berakhir di kamp pengungsian Sahrawi di Sahara Barat.
Sanna dan Benjamain berharap kehadirannya bisa membangkitkan solidaritas Indonesia untuk warga Sahrawi.
Mereka ingin warga Indonesia bisa membela Sahara Barat seperti saat membela Palestina karena dua wilayah itu mengalami situasi yang sama, dijajah!
(Bambang Muryanto)