Pihak pemerintah dan kampus – kampus kedinasan tersebut seakan menutup mata dan menganggap kejadian tersebut sebagai hal biasa. Bahkan terungkap fakta bahwa terdapat doktrinasi dan tradisi yang terus menerus didapatkan taruna untuk menormalisasi adanya kekerasan.
Pengadilan Negeri Semarang (PN Semarang) mulai menyidangkan perkara dugaan tindak pidana kekerasan fisik yang dialami (MG) seorang taruna junior di Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang pada Kamis, 15 Agustus 2024.

Sidang tersebut berkaitan dengan kekerasan yang dialami korban MG yang mendapatkan kekerasan pengkroyokan oleh 6 orang yang merupakan taruna senior di kampus PIP Semarang.
Dalam rilis yang diterima serat.id, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari kejaksaan negeri semarang pada kamis, 1 Agustus 2024 telah membacakan dakwaan dalam perkara nomor: 411/Pid.B/2024/PN Smg kepada 6 orang terdakwa penganiayaan di persidangan yang terbuka untuk umum di ruang sidang Mudjono S.H. Pengadilan Negeri Semarang.
Pada intinya dalam dakwaan tersebut JPU mengatakan bahwa para terdakwa sekitar bulan November 2022 bertempat di ruang fitness atau gym Gedung Pusat pembinaan Mental, Moral dan Karakter PIP Semarang, dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang yaitu saksi korban (MG).
Di samping itu, para terdakwa juga diduga telah melakukan, menyuruh lakukan, dan turut serta melakukan penganiayaan terhadap saksi korban (MG). Sehingga, atas tindakan tersebut para terdakwa diduga telah melanggar pasar 170 KUHP.
Setelah pembacaan dakwaan tersebut, para terdakwa tidak mengajukan Eksepsi sehingga perkara masuk di pembuktian dari JPU. Lalu, pada kamis 8 Agustus 2024 kemarin JPU telah menghadirkan saksi korban (MG), dan kedua orang tuanya di persidangan.
Dalam kesaksiannya MG, selaku calon taruna mengatakan bahwa selama 1,5 bulan di PIP Semarang ia telah mengalami kekerasan sebanyak 3 kali oleh para pelaku yang berbeda dalam rentang waktu yang berbeda, termasuk oleh pengasuhnya. Kekerasan yang dialaminya terakhir pada 2 November 2022, MG dipukuli di bagian ulu hati dan bagian perut di ruang fitness Gedung Pusat Pembinaan Mental kampus PIP Semarang oleh 7 orang pelaku senior tim dekor.
MG mengatakan ia sebelumnya direkrut paksa untuk masuk ke dalam tim dekor. Atas kejadian tersebut, MG mengalami kesakitan dan kencing darah. Kesaksian MG turut dibenarkan oleh kedua orang tua MG.
Orang tua korban juga telah mengadukan kejadian kekerasan pertama dan kedua, serta menemui dan meminta Direksi PIP Semarang untuk mencegah penganiayaan ke 3 dengan memberi informasi yang cukup tentang calon pelaku, calon tempat kejadian, dan perkiraan akan terjadinya peristiwa ke 3. Namun hal tersebut tidak ditanggapi secara serius oleh pihak kampus PIP Semarang.
Pada hari Kamis, 15 Agustus 2024 JPU lantas menghadirkan 2 orang saksi dari kampus PIP Semarang yaitu pengasuh dan dokter klinik di PIP . Dokter klinik PIP telah memeriksa di tubuh MG dan melihat adanya memar pada bagian ulu hati yang diduga akibat pemukulan. Sidang selanjutnya akan digelar pada hari kamis, 22 Agustus 2024 dengan agenda masih berlanjut pada pemeriksaan saksi dari JPU.
Nico Wauran, pengacara korban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mengatakan praktik – praktik senioritas dan kekerasan di kampus kedinasan ini sudah banyak dan telah terjadi di banyak kampus kedinasan, bahkan ada yang sampai korban meninggal dunia, antara lain yang terbaru di Poltekpel Surabaya pada Februari 2023 yang dipukuli di kamar mandi kampus, dan di STIP Jakarta pada bulan Mei 2024 yang dipukuli di ulu hati sebanyak 5 kali.
Namun, pihak pemerintah dan kampus – kampus kedinasan tersebut seakan menutup mata dan menganggap kejadian tersebut sebagai hal biasa. Bahkan terungkap fakta bahwa terdapat doktrinasi dan tradisi yang terus menerus didapatkan taruna untuk menormalisasi adanya kekerasan.
“Menuntut agar pemerintah pusat, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian lainnya yang memiliki sekolah kedinasan untuk segera menghentikan segala bentuk budaya dan praktik -praktik kekerasan di kampus kedinasan,” katanya
Kemudian kepada PIP Semarang untuk segera menghentikan pembulian, kekerasan dan praktik senioritas yang berujung ke kekerasan yang terjadi di kampus PIP Semarang agar tidak ada korban lainnya. Di samping itu, ia mendesak agar PIP Semarang tidak melarang komunikasi antara taruna dan orangtua terlebih selama masa orientasi taruna baru.
“Lalu kepada Majelis hakim pemeriksa perkara nomor: 411/Pid.B/2024/PN Smg untuk menghukum pelaku kekerasan/pengkroyokan sesuai hukum yang berlaku,” pungkas Nico.