
Petani yang tergabung dalam JM-PPK sedang melakukan upacara memperingati hari kemerdekaan di sumber Kali gede ,Desa Brati, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Sabtu, 17 Agustus 2024. (ist)
“Mari bersama seluruh Rakyat Indonesia, tegakkan dan rebut kembali Kemerdekaan yang sesungguhnya berdasarkan Pancasila. Salam Kendeng! Lestari”
Sejumlah petani yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) menggelar upacara untuk memperingati hari kemerdekaan di sumber Kali gede ,Desa Brati, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Sabtu, 17 Agustus 2024.
“Keprihatinan yang harus selalu dibarengi dengan syukur atas upaya para pahlawan yang telah berjuang dengan darah, keringat dan air mata untuk kemerdekaan Indonesia,” ucap Bambang, salah satu peserta upacara.
Upacara memperingati hari kemerdekaan tahun 2024 yang dilakukan oleh pemerintah kali ini diadakan di dua tempat, yakni Istana Negara Jakarta dan IKN Kalimantan.
Dua tempat ini perlu menjadi catatan sejarah oleh seluruh rakyat Indonesia. Istana negara Jakarta adalah peninggalan kolonial, dan IKN sebagai karya anak bangsa yang dibarengi tekad para pemimpin agar bisa dikenang sebagai pemimpin yang mencintai rakyat, pemimpin yang memeratakan pembangunan, serta pemimpin yang cinta terhadap budaya warisan leluhur para pendiri bangsa.
Tetapi berdirinya IKN tidak lepas dari tindakan serakah yang disistemkan. Dengan adanya Omnibuslaw Cipta Kerja, UUD 1945 sebagai dasar negara Indonesia diotak-atik agar rakyat semakin terjajah dengan aturan negara kita sendiri.
“Omnibus, PSN, RKUHP, Revisi UU TNI-Polri adalah sedikit contoh dari banyaknya aturan yang dikondisikan dan sayangnya lebih berpihak kepada para kapitalis,” katanya.
Bambang menambahkan, contoh pembangunan IKN berdampak pada hilangnya hutan, musnahnya habitat dari berbagai satwa, mengganggu biodiversitas, menurunnya stok karbon dan ketersediaan air, serta mengusir dan merampas ruang hidup masyarakat asli.
Kebijakan Jokowi terhadap IKN sebagai foresty city atau kota hutan adalah lipservice semata. Faktanya dibangun dengan membabat hutan dan merampas ruang hidup masyarakat asli.
“Kejadian di IKN tidak jauh berbeda dengan kondisi Pegunungan Kendeng saat ini, pabrik semen yang telah kalah dalam proses hukum tetap kokoh berdiri disertai tambang yang semakin meluas, ruang hidup petani Kendeng dirampas atas nama pembangunan,” ucap Bambang.
Kini, lanjutnya, warga menerima dampaknya, kekeringan meluas disertai ancaman banjir menanti. “Bayangan krisis pangan dan iklim mengancam hidup kami petani Kendeng, JM-PPK.”
Ia mengatakan, upacara di IKN menggunakan anggaran negara yang jelas uang rakyat yang sangat fantastis nominalnya. Sedang upacara di Kendeng dengan biaya rakyat sendiri.
“Upacara di IKN menyewa 1000 kendaraan mewah. Sedangkan upacara rakyat di Kendeng nemakai jaran kepang. Daripada menghamburkan uang rakyat, lebih utama melakukan perbaikan lingkungan dan mencegah krisis iklim meluas,” jelasnya.
Dengan seluruh kondisi ini, maka JM-PPK menyerukan agar seluruh rakyat Indonesia tidak hanya sekedar menolak dan mengkritisi tetapi wajib bersatu padu, terkonsolidasi menjadi gerakan bersama untuk melakukan aksi nyata penanaman kembali/reboisasi serta upaya-upaya pelestarian lingkungan lainnya.
Selama 10 tahun terakhir, rakyat mengamanahkan kepada pemimpin terpilih untuk menjadikan ‘Rakyat Indonesia sejahtera dan Merdeka berdasarkan Pancasila’
Namun Kemerdekaan yang sudah direbut dari penjajah ini semakin jauh dari cita-cita luhur para pahlawan. Mental, akhlak, serta moral yang dicontohkan oleh pemimpin-pemimpin Indonesia saat ini jauh dari cita-cita bangsa dan Pancasila. Kini rakyat harus berjuang mengusir penjajah dengan wujud pemimpinnya sendiri.
Dalam kondisi ini, jika ketidakpedulian dan ketidakbersatuan rakyat terus terjadi maka peringatan hari kemerdekaan ini hanya sekedar seremoni dan menjadikan Merdeka tidak berdasarkan Pancasila kedepannya. Pancasila hanya jadi lambang negara saja.
“Mari bersama seluruh Rakyat Indonesia, tegakkan dan rebut kembali Kemerdekaan yang sesungguhnya berdasarkan Pancasila. Salam Kendeng! Lestari,” Tegas Bambang.