Andhika mengutuk tindakan represif kepolisian terhadap massa aksi dan menyerukan agar kepolisian tidak lagi melakukan tindakan tersebut. Pasalnya massa aksi ketika tengah melakukan aksi unjuk rasa sebenarnya sedang menjalankan mandat konstitusi, menjalankan hak kebebasan berpendapat dan berserikat.

Sebanyak 33 orang massa aksi yang sempat ditangkap oleh polisi pada Senin, 26 Agustus 2024 telah dibebaskan pada Selasa, 27 Agustus 2024 pukul 17.00. Mereka sempat ditahan oleh aparat kepolisian pada aksi “Jateng Bergerak Adili dan Turunkan Jokowi” di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang.
Fajar Muhammad Andhika, Tim Advokasi Gerakan Rakyat Mengugat (GERAM), mengatakan 33 orang massa aksi tersebut terdiri dari 9 mahasiswa dan 23 pelajar, serta seorang warga.
“Kami berhasil mengadvokasi melawan aksi penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan aparat kepolisian,” kata Andhika yang merupakan pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Selasa, 27 Agustus 2024.
Andhika mengatakan penangkapan tersebut dilakukan oleh kepolisian pada Senin malam. Namun pada saat itu aparat kepolisian menghalang mereka untuk mendapatkan akses bantuan hukum. Padahal, akses bantuan hukum adalah hak bagi setiap orang untuk mendapatkan bantuan hukum.
“Bahkan kami dari tim hukum menunggu hingga jam 3 pagi dini hari untuk mendampingi kawan-kawan, tapi kami masih ditutup aksesnya oleh aparat kepolisian dengan alasan tidak jelas,” katanya
Lebih lanjut, Andhika mengutuk tindakan represif kepolisian terhadap massa aksi dan menyerukan agar kepolisian tidak lagi melakukan tindakan tersebut. Pasalnya massa aksi ketika tengah melakukan aksi unjuk rasa sebenarnya sedang menjalankan mandat konstitusi, menjalankan hak kebebasan berpendapat dan berserikat.
“Negara seharusnya tidak melakukan represif kepada massa aksi,” katanya.
Menurut data yang dikumpulkan oleh GERAM, 35 korban mengalami dampak dari tindakan represif aparat dan dirawat di rumah sakit. Angka tersebut masih belum pasti karena korban di lapangan belum semuanya terdata
“Korban tidak hanya yang berada di rumah sakit, korban juga berjatuhan di warga sekitar dan juga ada anak-anak yang mengaji menjadi korban represifitas aparat,” kata Tuti Wijaya, perwakilan Tim Advokasi GERAM
Tuti mengatakan anak-anak tersebut terkena imbas paparan gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian. Tindakan tersebut seakan aparat kepolisian tidak mempedulikan masyarakat sekitar.
“Itu seharusnya menjadi catatan kepolisian,” katanya