“Gugus tugas reforma agraria di kota dan provinsi bisa diaktivasi untuk mengurusi itu. Supaya jangan cuma persoalan sertifikasi tanah saja,”

Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan saat menjawab pertanyaan dari mahasiswa dalam acara Serial Diskusi Konsentrasi Media Kreatif ‘Semarang Tenggelam : Kenapa Harus Peduli Konstitusionalisme Ruang Hidup?’ di Ruang Teater Lantai 3 Gedung Thomas Aquinas Universitas Katolik Soegijapranata Jalan Pawiyatan Luhur Selatan IV No.1, Kelurahan Bendan Duwur, Kecamatan Banyumanik, Jumat, 15 November 2024. (Intan/Serat.Id)
Ratusan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata nampak antusias mengikuti acara Serial Diskusi Konsentrasi Media Kreatif bertemakan ‘Semarang Tenggelam : Kenapa Harus Peduli Konstitusionalisme Ruang Hidup?’ di Ruang Teater Lantai 3 Gedung Thomas Aquinas Unika Soegijapranata Jalan Pawiyatan Luhur Selatan IV Nomor.1, Kelurahan Bendan Duwur, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jumat, 15 November 2024.
Para mahasiswa diberikan hak untuk menyuarakan konstitusionalisme ruang hidup melalui wawasan soal liputan investigasi.
Salah satu narasumber lain sekaligus Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan mengukapkan mahasiswa memiliki peran penting untuk mempelajari liputan investigasi lingkungan di tengah terjadinya krisis iklim. Tak hanya menyuarakan konstitusionalisme ruang hidup, namun juga reforma agraria perkotaan yang terjadi di Semarang.
“ Mereka harus mempersiapkan keamanan diri dulu seperti fisik,psikis dan digital. Semua itu perlu dilakukan secara menyeluruh. Penting teman-teman juga harus melakukan investigasi itu bekal itu yang harus dimiliki sebelum turun ke lapangan,” katanya, Jumat, 15 November 2024.
Selain melakukan liputan investigasi, di era digitalisasi ini para mahasiswa juga bisa memanfaatkan media sosial untuk melakukan advokasi untuk kepentingan publik.
“ Dulu ada istilah No Viral No Justice, meskipun teman-teman harus hati-hati juga karena jangan sampai larinya (terkena) UU ITE. Makanya mereka juga harus paham seperti apa,”jelasnya.
Narasumber lain, Bosman Batubara menyampaikan wilayah pesisir di Kota Semarang sampai saat ini masih terdampak banjir dan rob. Selain itu, masyarakat Tambakrejo tak kunjung memiliki kepastian hak untuk tanah mereka.
“ Salah satu keinginan atau inspirasi kampung seperti Tambakrejo supaya tanah itu menjadi milik kolektif mereka 97 KK. Tapi di atasnya ada kepemilikan personal bangunan. Jadi (di wilayah pesisir) ada tanah kolektif dan bangunan personal,”ungkap Peneliti Postdoctoral itu.
Dirinya menyarankan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah maupun Pemerintah Kota Semarang untuk bisa membantu perihal kepastian kepemilikan tanah. Sebab, ada gugus program agraria dari keduanya agar bisa mendorong hal itu supaya warga bisa menangkap ikan di wilayah mereka.
“Gugus tugas reforma agraria di kota dan provinsi bisa diaktivasi untuk mengurusi itu. Supaya jangan cuma persoalan sertifikasi tanah saja,” ujarnya.
Melalui acara serial diskusi ini, lanjut Bosman, diharapkan mahasiswa Ilmu Komunikasi FHK Unika Soegijapranata maupun peserta lain yang hadir tergerak untuk mewujudkan aksi nyatanya dengan menghasilkan produk jurnalistik maupun produk komunikasi lainnya.