“Kami melihat ada perjuangan yang tidak kenal lelah dari masyarakat Sedulur Sikep yang mempertahankan Gunung Kendeng dari pabrik Semen sehingga kami ajak mereka bertemu jurnalis Malaysia dan Australia untuk berbagi pengetahuan.”

Delegasi yang terdiri atas belasan jurnalis dari Malaysia, Australia, dan Indonesia, bertemu dengan sejumlah perwakilan warga Sedulur Sikep untuk bertukar pengetahuan masyarakat adat Jawa Tengah dalam mempertahankan ruang hidupnya.
Diskusi berlangsung interaktif dipandu oleh Ketua Bidang Internasional dan Hubungan Antarlembaga AJI Indonesia Mahdi Muhammad. Ketua AJI Semarang Aris Mulyawan dan Bambang Muryanto AJI Yogyakarta turut mendampingi.
“Kami melihat ada perjuangan yang tidak kenal lelah dari masyarakat Sedulur Sikep yang mempertahankan Gunung Kendeng dari pabrik Semen sehingga kami ajak mereka bertemu jurnalis Malaysia dan Australia untuk berbagi pengetahuan,” kata Mahdi selepas acara diskusi, Senin (9/12/2024).
Masyarakat adat Sedulur Sikep yang menjadi perwakilan dalam diskusi tersebut yakni Gunretno (54). Dia adalah tokoh masyarakat adat Sedulur Sikep yang memotori perlawanan terhadap gerakan penolakan pabrik semen Rembang, Jawa Tengah sejak tahun 2006.
Perjuangan masyarakat adat ini berliku dan penuh terjal dalam melawan pabrik semen milik PT Semen Indonesia. Namun, mereka memiliki kesadaran melakukan perlawanan dengan berserikat melalui Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Perlawanan yang cukup ikonik dari masyarakat adat ini yaitu melakukan aksi cor kaki di Istana Merdeka pada April 2016.
Melihat perjuangan tersebut, Mahdi menilai, Sedulur Sikep dalam mempertahankan ruang hidupnya tak lepas dari dukungan yang besar dari berbagai media baik lokal, regional bahkan global.
Dukungan media tersebut bagian dari pentingnya media yang harus memiliki perspektif pembangunan yang tepat.
Artinya, pembangunan yang tidak hanya mementingkan bisnis semata melainkan keberlangsungan hidup manusia yang tinggal di dalamnya. “Kami ingin memperkenalkan dan berbagi bahwa sebenarnya manusia itu ketika dicerabut dari lingkungannya maka akan kehilangan maknanya,” ujarnya.
Selain bertukar cerita dengan Sedulur Sikep, para jurnalis delegasi IFJ tersebut melakukan diskusi pula terkait perkembangan pers dan media di Indonesia.
Mahdi menerangkan, ketiga negara Indonesia, Malaysia dan Australia saling bertukar pengetahuan dari kelebihan masing-masing negara.
Indonesia sebagai tuan rumah dianggap memiliki progres soal kebebasan berserikat, kebebasan pers dan perjuangan untuk menghadapi kelompok-kelompok yang tidak suka pemberitaan mengkritik.
“Indonesia punya undang-undang yang mendukung kerja-kerja jurnalistik, nah teman-teman jurnalis dari Malaysia ingin kita menularkan hal tersebut,” ungkap Mahdi.
Sebaliknya, pihaknya juga belajar dari Australia terkait keberhasilan mereka dalam mendorong pemerintahanya untuk membuat kebijakan platform teknologi yang memberikan semacam intensif ekonomi bagi perusahaan-perusahaan media.
Sistem tersebut sangat penting di tengah situasi disrupsi media yang menyebabkan bisnis media menjadi sangat terganggu. “Hal itu yang kita coba tarik ke Indonesia dan coba dinegosiasikan ke pemerintah,” ungkapnya.
Sebelumnya, delegasi IFJ melakukan pertemuan dengan komunitas LGBTQIA+ di Yogyakarta. Mereka mendiskusikan isu-isu yang mempengaruhi representasi dan pelaporan mengenai isu LGBTQIA+ di Indonesia. Selepas dari Semarang, mereka bertolak ke Jakarta untuk bertemu dengan Dewan Pers. (*)