
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) memprediksi deforestasi, pencemaran lingkungan hingga kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan diprediksi meningkat pada tahun 2025.
Deputi Eksternal Wahana Lingkungan Hidup, Mukri Friatna, mengatakan metode penyusunan ini disusun pada masa pemerintahan sebelumnya pada tahun 2024 yang mengusung nawacita dan UU Cipta Kerja.
“UU inilah (Cipta Kerja) yang mengkerdilkan peran partisipasi publik, melemahkan instrumen pengendelian pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan, dan ini juga instrumen bakal lahirnya konflik,” kata Mukri dalam diskusi bertajuk “Peluncuran Tinjauan Lingkungan Hidup 2025: 101 Hari Prabowo, Lanjutkan Krisis Lingkungan dan Demokrasi”, Kamis, 16 Januari 2025.
Mukri mengatakan dari UU Cipta Kerja yang kemudian melahirkan terbitnya peraturan pemerintah salah satunya PP No.26 tahun 2023 tentang sedimentasi laut. Dari peraturan UU Cipta Kerja juga melahirkan peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2022 yang memberikan kemudahan untuk pembangunan terkait Proyek Strategis Nasional.
“Demikian juga pada tata ruang, maka akan melahirkan diskresi dari menteri maka akan dianggap selesai,” katanya
Kemudian yang terakhir prediksi ini juga berdasarkan pada pada anggaran yang dilakukan pemerintah pada tahun 2025 untuk penyelamatan kawasan hutan dari Kementerian Perhutanan hanya sebesar 6,2 triliun untuk reforestasi 3.400 hektare. Padahal, Walhi, mencatat deforestasi pada tahun sebelumnya berada pada angka 0,2 juta hektare. Hal ini berarti reforestasi yang dilakukan pemerintah belum terjawab sepenuhnya.
Berkaca pada anggaran tersebut Walhi menilai pada tahun 2025 justru akan ada peningkatan deforestasi hutan berkisar 0,5 hingga 0,6 juta hektare, meningkat dari 0,2 juta hektare pada tahun sebelumnya.
Lebih lanjut, ia menyingung proyek food estate dari 3,2 juta hektare 1,2 juta hektare merupakan kawasan hutan dan lebih dari 500 juta hektare merupakan kawasan hutan alam. Selain itu, pemakaian izin pinjaman kawasan hutan untuk kawasan pertambangan mineral dan logam luasnya mencapai 9 juta hektare.
Mukri menambahkan keberadaan proyek strategis nasional juga diprediksi akan menyumbang peningkatan deforestasi 250-300 persen menjadi 500 sampai 600 ribu hektare di tahun 2025.
“Belum lagi kalau ditambah dengan kerusakan atau izin-izin baru untuk sektor pertambangan, mineral dan batu bara. Satu lagi terkait dengan pemutihan kelapa sawit seluas 3,3 juta hektare yang masuk dalam kawasan hutan ” katanya.
Pada prediksi pencemaran lingkungan, Walhi memprediksi pencemaran terjadi pada udara dan air yang berada di pesisir pantai. Objek daerah yang akan terdampak pada daerah yang terkena objek pertambangan karena program hilirasi terutama pertambangan nikel.
“Pertama untuk Maluku Utara di Halmahera Tengah, kemudian Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan,” katanya
Dari 119 smelter yang beroperasi, mayoritas penggerak industrinya menggunakan batu bara untuk PLTU. Kemudian setiap harinya, volume limbah udara dan limbah padat yang dihasilkan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3), yang sering dibuang ke pantai.
Lalu, prediksi Walhi terakhir mengenai peningkatan kriminalisasi ruang hidup masyarakat yang menolak aktivitas pertambangan. Peningkatan ini didasarkan pada PSN dan Food Estate yang tengah berjalan.