Sungai kerap menjadi latar belakang dari berbagai aktivitas sehari-hari warga Kalialang Lama. Warga juga berupaya untuk senantiasa melestarikan dan merawat daerah aliran sungai (DAS) untuk meminimalisir kemungkinan terjadi bencana alam di Kalialang Lama

Di tepi Sungai Kripik, Dukuh Kalialang Lama, Gunungpati, Kota Semarang, sebuah festival warga bertajuk Festival Labuhan Kali digelar pada Sabtu, 26 Mei 2025. Acara ini merupakan salah satu Purwarupa yang diinisiasi oleh PekaKota yang berkolaborasi dengan Ikatan Remaja Kalialang Lama (IRKA).
Imam selaku head project dari festival ini, menjelaskan bahwa tema pada tahun ini mengangkat Bantaran yang menggambarkan kehidupan warga Kalialang Lama yang berdampingan langsung dengan Sungai Kripik
“Ini bukan hanya soal lokasi geografis, tapi karena sungai benar-benar menjadi bagian dari keseharian warga,” katanya dalam rilis yang diterima serat.id.
Imam menjelaskan pemilihan tema tersebut juga menjadi ajakan bagi masyarakat setempat. Untuk memaknai sungai tak sekadar aliran air, namun juga ruang hidup yang erat dengan aktivitas sosial dan budaya warga.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan pemilihan tema ini didasari, dari proses riset yang sudah dilakukan PekaKota Institute selama beberapa bulan di wilayah Kalialang Lama. Hasil observasi tersebutlah yang dijadikan landasan penginisasian sebuah festival, dalam acara kali ini dibuka dengan sesi penyampain riset.
Hasil riset menjelaskan bahwa sungai kerap menjadi latar belakang dari berbagai aktivitas sehari-hari warga Kalialang Lama. Warga juga berupaya untuk senantiasa melestarikan dan merawat daerah aliran sungai (DAS) untuk meminimalisir kemungkinan terjadi bencana alam di Kalialang Lama.
Riset dari PekaKota Institute mendapatkan tanggapan yang beragam dari warga. Hendriks, salah satu anggota IRKA, membenarkan bahwa dulu dia kerap bermain di sekitar sungai saat masih kecil.
Setelah pemaparan riset, beberapa perwakilan dari IRKA menampilkan tari Geol Denok Semarangan. Penampilan tersebut juga bertujuan untuk mendorong anak muda di Kalialang Lama untuk melestarikan budaya tradisional.
Pementasan kemudian dilanjut dengan penampilan wayang modern dari komunitas Lanang Wadon. Imam menyebut pementasan wayang sebagai pesan agar warga mau merawat sungai supaya kehidupan alam di daerah aliran sungai tetap berjalan dengan baik.
Dua penampilan ini mendapatkan sambutan yang meriah dari warga, terutama anak-anak saat menonton wayang modern. Anak-anak di Kalialang Lama menyukai karakter hewan bergaya kartun dan penyampaian cerita yang lucu dari komunitas Lanang Wadon.
Setelahnya, festival dilanjut dengan forum diskusi antar warga dan akademisi melalui PekaKota Forum. Diskusi bertujuan untuk membicarakan dinamika kehidupan warga Kalialang Lama dengan Sungai Kali Kripik. Kehadiran dari akademisi bertujuan untuk memberikan saran bagi warga untuk dapat lebih merawat Sungai Kali Kripik.
Festival Labuhan Kali “Bantaran” ditutup dengan penampilan kolabarosi oleh Titis Wijayanti dan Hananingsih, yang menampilkan monolog berjudul Mulut, karya Puutu Wijaya.