
Tim Hukum SUARA AKSI yang beranggotakan 40 pengacara dari lintas lembaga, menyebut Polda Jawa Tengah telah melanggar Hak Asasi Manusia atau HAM karena dinilai telah menghalangi akses bantuan hukum terhadap massa aksi di Semarang yang ditangkap beberapa hari lalu.
Sebanyak 400 demonstras di Semarang ditangkap aparat kepolisian, sebagian besar pelajar dan masyarakat yang tidak terlibat aksi. Setidaknya hingga Selasa, 2 September 2025.
Penangkapan ini dilakukan secara sewenang-wenang melalui sweeping di jalanan, bahkan menimpa perempuan, anak sekolah, pekerja, hingga penyandang disabilitas.
Perwakilan Tim Hukum SUARA AKSI, Arif Maulana, mengatakan ada tiga perempuan yang bukan bagian dari massa aksi, ditagkap secara asal-asalan oleh polisi. “Meski akhirnya dibebaskan oleh Polda Jateng,” ujarnya, Rabu, 3 September 2025.
Polisi juga menangkap seorang tuli tanpa diberikan akses bantuan hukum. Hal tersebut, kata Arif, telah melanggar HAM.
Meski polisi menyatakan sudah tidak ada lagi yang ditahan, namun hingga 3 September masih ada korban yang ditahan dan tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka.
“Praktik ini menimbulkan ketakutan, trauma, dan keresahan di tengah masyarakat,” katanya.
Arif menyebut, Tim Hukum SUARA AKSI menemukan berbagai pelanggaran serius, antara lain penghalangan akses bantuan hukum, penahanan melebihi 1 kali 24 jam, penangkapan brutal tanpa dasar, penyitaan barang pribadi, hingga penelantaran karena tidak diberi makan.
“Bahkan, korban salah tangkap diwajibkan melakukan wajib lapor tanpa dasar hukum,” katanya menambahkan.
Hal itu dapat memperparah trauma, mengganggu pendidikan anak, dan membebani keluarga dari luar kota.
Sejumlah korban juga mengalami luka fisik maupun tekanan psikologis akibat kekerasan aparat, termasuk seorang anak yang menunjukkan tanda trauma berat setelah ditahan.
Atas situasi ini, Tim Hukum Suara Aksi menuntut agar Komnas HAM, Komnas Perempuan, Kementerian PPA, KPAI, dan Komisi Disabilitas turun tangan mendesak penghentian tindakan represif.
Mereka juga meminta institusi kepolisian segera menghentikan sweeping dan penangkapan sewenang-wenang, mencabut status tersangka, serta meminta maaf dan bertanggung jawab atas pemulihan korban.
“Lebih jauh, kami menuntut Presiden segera mengambil tanggung jawab atas praktik brutal aparat dan memastikan penghormatan terhadap hukum, HAM, serta perlindungan warga negara,” ucapnya.