Jumat, Agustus 29, 2025
26.8 C
Semarang

Negara Dalam Keadaan Darurat Konstitusi

Dr. Aris Septiono, SH, MH, LL.M *

Dr. Aris Septiono, SH, MH, LL.M
Dr. Aris Septiono, SH, MH, LL.M (Serat.id/Dok Pribadi)

Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945 menegaskan bahwasanya Negara Indonesia adalah negara hukum, bukan Negara kekuasaan. Paham tentang negara hukum ini yang menjadi penentu segalanya termasuk dalam prinsip kerangka the rule of law yang diyakini ada tiga pengakuan yaitu hukum mempunyai kedudukan tertinggi (supremacy of law), adanya persamaan hukum (equality before the law), dan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuk praktik (due process of law).

Prinsip dari negara hukum harus dikembangkan bersama prinsip kedaulatan rakyat. DPR sebagai lembaga Negara yang mempunyai kewenangan membentuk UU, produk yang dihasilkan selain tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia, juga tidak boleh mengabaikan norma hukum yang telah di putus oleh Mahkamah Konstitusi.

Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji UU terhadap UUD 1945, artinya produk UU yang merupakan keputusan bersama Presiden dan DPR, dapat dianulir berupa pembatalan maupun penafsiran oleh Mahkamah Konstitusi, apabila menurut Mahkamah bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Mengikuti perkembangan hasil pembahasan Panitia Kerja RUU Pilkada dan Badan legislatif (Baleg) DPR RI, yang dalam kesepakatan Panja mengebiri Putusan MK No.60 dan No.70 yang dibacakan sehari sebelumnya (kemarin). Pertama, Panja telah menyepakati batas usia minimal Calon kepala Daerah merujuk pada Putusan MA yang telah memutuskan usia minimal terhitung pada saat pelantikan.

Sedangkan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 70/2024 terhitung pada saat penetapan pasangan calon. Aneh, logika hukum yang tidak bisa diterima dengan akal sehat, Panja DPR menggunakan putusan MA daripada Putusan MK, yang secara kewenangan MA menguji peraturan dibawah UU, sedangkan yang dibahas oleh Panja adalah RUU yang lebih tepat menggunakan Putusan MK.

Kedua, terkait syarat pencalonan oleh Parpol atau gabungan Parpol, Putusan MK sudah mengubah ketentuan Pasal 40 ayat 1 UU Pilkada yang tidak lagi menggunakan syarat 20% jumlah kursi DPRD atau 25% perolehan suara sah, akan tetapi menggunakan prosentase 6,5% sampai dengan 10% perolehan suara sah, sesuai dengan jumlah penduduk. Panja DPR telah menyepakati tetap memberlakukan Pasal 40 ayat (1)  dan prosentase 6,5% sampai dengan 10% perolehan suara sah berlaku khusus bagi parpol atau gabungan Parpol yang tidak mempunyai kursi DPRD.

Putusan MK adalah final dan mengikat, yang harus dipatuhi juga oleh lembaga pembuat UU (Presiden bersama dengan DPR). Putusan MK mengandung norma hukum sesuai Konstitusi, yang harus dihormati dan dipatuhi oleh semua pihak, terlebih lagi bagi lembaga pembuat UU. Masak ketentuan UU yang sudah diuji dan diputus oleh MK bertentangan dengan UUD 1945, “dihidupkan lagi” dengan UU yang baru yang bertentangan dengan Putusan MK. Apabila dalam sidang Paripurna DPR besok (Kamis, 22 Agustus 2024) mengesahkan RUU Pilkada,

Hal ini menunjukkan DPR telah melanggar Konstitusi! Pemerintah bersama dengan DPR, harusnya juga berkaca pada Putusan MK sebelumnya terkait batas usia minimal Capres/Cawapres yang kontroversial dan menjadi polemik di masyarakat, bahkan sudah diputus juga terkait pelanggaran kode etik oleh MKMK, toh Putusan MK tersebut tetap dipatuhi dan tidak dilakukan pembangkangan Konstitusi dengan membuat UU baru, lalu kenapa kali ini dipaksakan kejar tayang mengesahkan UU baru yang mengebiri Putusan MK???

Rakyat masih berharap semoga ada keajaiban dalam sidang Paripurna DPR agar tidak menghasilkan produk UU yang akan tercatat dalam sejarah hukum ketatanegaraan Indonesia, yang tidak lagi melandaskan pada Negara hukum, tetapi negara kekuasaan. (*)

  • Praktisi hukum, Ketua DPD Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia Prov. Jawa Tengah

Hot this week

Jurnalis MNC Terluka Usai Meliput Aksi di Grobogan, AJI Semarang: Polda Jateng Harus Usut Tuntas Kasus Ini

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam keras aksi pembacokan...

Robig Penembak Mati Gamma Resmi Dipecat

Illustrasi sidang Robig Zainudin di Mapolda Jawa Tengah pada...

Lima Mahasiswa Aksi Hari Buruh Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Negeri Semarang

Kelima mahasiswa saat sedang menjalani sidang perdana di Pengadilan...

Puluhan Warga Pati Terluka, Sebagian Terkena Selongsong Peluru

Massa aksi saat melakukan protes kenaikan PBB sebesar 250...

Saparan di Kopeng, Tradisi Ucap Syukur Kepada Alam

Festival Budaya Kulon Kayon di dusun Sleker, Desa Kopeng,...

Topics

Jurnalis MNC Terluka Usai Meliput Aksi di Grobogan, AJI Semarang: Polda Jateng Harus Usut Tuntas Kasus Ini

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam keras aksi pembacokan...

Robig Penembak Mati Gamma Resmi Dipecat

Illustrasi sidang Robig Zainudin di Mapolda Jawa Tengah pada...

Lima Mahasiswa Aksi Hari Buruh Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Negeri Semarang

Kelima mahasiswa saat sedang menjalani sidang perdana di Pengadilan...

Puluhan Warga Pati Terluka, Sebagian Terkena Selongsong Peluru

Massa aksi saat melakukan protes kenaikan PBB sebesar 250...

Saparan di Kopeng, Tradisi Ucap Syukur Kepada Alam

Festival Budaya Kulon Kayon di dusun Sleker, Desa Kopeng,...

Robig Divonis 15 Tahun Penjara, LBH Semarang: Polri Harus Memecatnya

Suasana Sidang Robig Zainudin di Pengadilan Negeri Semarang, Jumat,...

Komunitas Sastra di Kendal Kembali Gelar KCA 2025

Beberapa komunitas sastra di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah kembali...

Ini Desakan Koalisi Advokat Progresif Indonesia Terkait RUU KUHAP

Koalisi Advokat Progresif Indonesia (KAPI) menyoroti sejumlah pasal dalam...
spot_img

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img