
Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM mencatat sepanjang 2024 terdapat 102 kasus kekerasan perempuan dan anak terjadi di Jawa Tengah. Dari 102 kasus tersebut tersebar di 24 Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah.
“Kota Semarang menjadi yang paling tertinggi dengan 46 kasus,” kata Nihayatul Mukharomah, Kepala Operasional LRC-KJHAM, dalam diskusi publik dan launching laporan tahunan kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2024 di Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata, Selasa, 10 Desember 2024.
Nihayatul menyebut daerah dengan kasus terbanyak lainnya yakni Kabupaten Demak sejumlah 5 kasus, Kota Surakarta sejumlah 4 kasus, Kabupaten Sragen sejumlah 4 kasus, Kabupaten Jepara sejumlah 3 kasus, Kabupaten Kendal sejumlah 3 kasus dan Kabupaten Magelang sejumlah 3 kasus.
Dari 102 kasus yang terjadi di tahun 2024, 84 kasus atau 81%nya adalah kekerasan seksual,” kata Nihayatul Mukharomah, Kepala Operasional LRC-KJHAM, dalam diskusi publik dan launching laporan tahunan kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2024 di Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata, Selasa, 10 Desember 2024.
Ia menerangkan jenis kasus yang dicatat oleh LRC-KJHAM meliputi pelecehan seksual sejumlah 40 kasus, kemudian perkosaan sejumlah 19 kasus, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT) sejumlah 16 kasus, eksploitasi seksual sejumlah 14 kasus.
Lalu ada Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) sejumlah 6 kasus, pelecehan seksual non fisik sejumlah 3 kasus, kekerasan dalam pacaran (KdP) sejumlah 2 kasus, pemaksaan aborsi sejumlah 2 kasus, dan kekerasan berbasis SOGIESC sejumlah 1 kasus.
Menurut Niha pada tahun ini terdapat 5 kasus Femisida. Situasi kasusnya adalah korban dibunuh di rumah kosnya oleh orang yang tidak diketahui, korban (diduga Perempuan Pekerja Seks) dibunuh pelanggannya, korban dibunuh di kosnya oleh teman yang dikenal melalui aplikasi kencan, korban dibunuh dan diperkosa oleh teman yang dikenal melalui aplikasi kencan, dan korban ditemukan dalam plastik karena dibunuh oleh 3 orang pelaku berstatus sebagai pelajar, mahasiswa dan teman korban.
Kasus Terbanyak Di Ranah Privat
Lebih lanjut, Niha menjelaskan paling banyak kasus terjadi di ranah privat (di rumah) yaitu sejumah 64 kasus atau 65%. Selain itu, kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di ranah publik yaitu sejumlah 33 kasus atau 35%. Lokasi kejadian yang terjadi di ranah publik seperti Hotel, rumah kosong, sosial media, rumah sakit, dan toko.
Kasus kekerasan terhadap perempuan paling banyak dilakukan oleh orangorang yang dekat dan dikenal oleh korban. Angka tertinggi adalah relasi pacar dengan 20 kasus dan suami dengan 15 kasus.
Lebih lanjut, ia menyebut kasus kekerasan terhadap perempuan bahkan bisa berujung pada kriminalisasi pada korban dan keluarga. Di tahun 2024 ini, ada 3 kasus di mana korban dan keluarganya dikriminalisasi atau dilaporkan balik oleh pihak pelaku.
Niha menerangkan bahwa Indonesia sudah meratifikasi konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984. Artinya negara ini sudah berkomitmen untuk penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, termasuk kekerasan terhadap perempuan.
Sayangnya berbagai peraturan dari tingkat pusat dan daerah yang telah dibuat untuk mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan masih belum bisa diimplementasikan dengan maksimal.
“Terbukti masih ditemukan berbagai tantangan di dalam akses keadilan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan,” katanya