
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang mengecam keras tindakan pemukulan oleh aparat kepolisian terhadap jurnalis Tempo Jamal Abdun Nasr saat sedang meliput aksi hari buruh di Kota Semarang, Kamis, 1 Mei 2025.
Ketua AJI Kota Semarang, Aris Mulyawan, menegaskan peristiwa ini adalah bentuk pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers dan mencoreng wajah demokrasi.
“Tugas jurnalistik dilindungi undang-undang. Aparat yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggar hukum. Kami mengecam tindakan represif ini dan mendesak agar pelakunya diusut tuntas,” tegas Aris.
“Kekerasan terhadap jurnalis bukan insiden biasa, ini ancaman terhadap hak publik,” imbuhnya.
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarkan luaskan gagasan dan informasi.
Dalam ayat 1 Pasal 18 UU Pers ditegaskan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja
melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi
pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
“Tindakan aparat terhadap Jamal dan DS berpotensi melanggar pasal-pasal tersebut dan mengarah pada tindak pidana penghalangan kerja pers,” katanya.
Peristiwa Pemukulan
Jurnalis Tempo, Jamal Abdun Nasr mendapat tindak kekerasan oleh sejumlah aparat kepolisian saat sedang meliput aksi hari buruh atau May Day di Kota Semarang, Kamis, 1 Mei 2025. Dia dipiting lehernya, lalu hendak dibanting.
Dua kali Jamal diintimidasi . Pertama saat meliput aksi demonstrasi di depan pintu gerbang kantor Gubernur Jawa Tengah pada pukul 17.30 WIB.
Kekerasan kedua dialaminya saat meliput pengepungan aparat kepolisian dan preman di depan pintu gerbang utama kampus Undip Pleburan, sekira pukul 20.36. WIB.
Jamal juga tiga kali mendapat pukul an dari polisi. “Iya, saya mendapatkan tiga kali pukulan termasuk ditampar,” terangnya.
Rombongan polisi itu juga ada yang mengucap “Kami tidak takut wartawan Tempo.”
Jamal saat itu sedang duduk di trotoar bersama beberapa jurnalis lainnya yang jaraknya cukup jauh dengan pintu gerbang Undip.
Ketika mendengarkan keramaian aparat a yang diduga sedang menangkap mahasiswa, Jamal dan sejumlah jurnalis lainnya berdiri.
Namun, para jurnalis malah dituding melakukan perekaman oleh puluhan polisi berpakaian preman.
Jamal sempat mengungkapkan tindakan aparat tersebut sebagai bentuk penghalang-halangan tugas jurnalistik. Begitu juga dengan jurnalis lain yang mengatakan hal serupa.
Perlawanan dari jurnalis ditanggapi dengan tindakan yang lebih beringas dari aparat.
Selain itu, polisi itu sempat melemparkan helm ke arah jurnalis, tetapi tidak mengena.