“Keberadaan Kekaisaran Minangcabo hadir pada tahun 1560 sampai dengan 1680,”

Serat.id – Yayasan Radjo Radjo Aur duri memastikan kekaisaran Minangcabo pernah ada di bumi Nusnatara. Yaysan itu mengutip konfirmasi seorang arkeolog Indonesia, Alfa Noranda yang dinilai secara aktif melakukan perburuan sejumlah bukti arkeologi dan literatur sejak 20 tahun lalu.
“Keberadaan Kekaisaran Minangcabo hadir pada tahun 1560 sampai dengan 1680,” kata Ketua Yayasan Radjo Radjo Aur Duri, Radjo Lenggang, dalam keterangan resmi yang diterima Serat.id, Sabtu, 29 Mei 2021.
Baca juga : Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno Ditemukan di Mijen
Naskah Kuno Ini dinilai Bisa Buktikan Sejarah Terbentuknya Semarang
Temuan Puing-Puing Purbakala di Mijen, Diduga Peninggalan Mataram Kuno
Menurut Lenggang, misteri kerajaan Minangcabo sebelumnya menjadi pertanyaan banyak pihak, termasuk peneliti. Salah satu yang menjadi landasan adanya kerajaan di tanah Minang itu masih adanya gelar nama yang secara turun temurun dipakai penyandang para keturunannya.
Sedangkan peneliti memvalidasi keberadaan kekaisaran Minangcabo lewat literasi manuskrip kuno seperti Naskah Tambo, Oendang Oendang, Adat, dan Limbago. “Serta silsilah yang dikoleksi oleh Philippus Samuel van Ronkel (1870-1924) seorang kurator naskah pada organisasi yang disebut Bataviaasch Genootschap,” kata Lenggang menjelaskan.
Naskah itu dengan kode naskah Or.12.82 disalin ulang oleh Sultan Abdul Majid Gagar Alam pada tahun 1856 Masehi. Sebuah dokumen ketatanegaraan yang ditulis dan diterbitkan oleh kekaisaran Minangcabo sebagai bentuk tata kelola daerah yang berada dalam payung kekuasaan mereka.
Selain itu, bukti lain yang menunjukan adanya kerajaan itu ditemukannya lokasi yang menjadi epicentrum aktivitas budaya mereka yang terletak di kawasan Aur Duri, Kota Padang yang dikenal dengan sebutan Gurun di masa lalu sekarang bagian dari Kota Padang.
Literatur dan informasi itu semakin menguatkan aspek aspek akademis yang menjelaskan kenapa setiap perantau yang berasal dari Sumatera Barat menyebut diri mereka perantau “Minang” bukan perantau “Pagaruyuang”.
Sedangkan dari cerita rakyat menyatakan pergesekan antara budaya jawa dan budaya Minang adalah sebuah ketersesatan narasi yang mengarah pada pemecah belahan identitas kebangsaan. “Jika kita dalami keturunan kekaisaran Minangcabo Berasal dari pernikahan yang dilakukan antar kerabat Kerajaan di Sumatera dengan Kerajaan di Jawa,” katanya.
Lenggang menyebut sejumlah bukti bukti dokumen dan literatur, kehadiran kekaisaran “Minangcabo” adalah estafet dari Keberadaan kerajaan kerajaan besar seperti Majapahit dan Sriwijaya. Dalam sejarah dan literatur para raja yang menjadi pendiri Kekaisaran “Minangcabo” masih anak dan keturunan dari pendiri kerajaan majapahit dan Sriwijaya sebelumnya.
Hal itu menjadi alasan yayasan Radjo Radjo Aur Duri, yang mengklaim menjadi penerus dan pewaris Kekaisaran Minangcabo dari garis keturunan “Manangkirang”, mengimbau para akademisi, peneliti dan pecinta sejarah, membuka informasi tersebut sebagai proses menghubungkan kembali garis sejarah yang hilang dalam sejarah Nusantara.
“Pentingnya merevitalisasi, serta mengaktualisasi bukti bukti sejarah ini untuk mendorong identitas
kebangsaan besar dari Bangsa Indonesia. Selain itu, untuk memberikan alternatif kepada generasi
bangsa, bahwa nilai nilai ke Nusantaraan mengakui perbedaan serta keragaman pada Bangsa
Indonesia,” kata Lenggang menambahkan. (*)