Pengertian transportasi umum ialah moda kendaraan yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah yang masif

Serat.id – Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai ada salah kaprah dengan kebijakan Pemkot Semarang yang mengikutsertakan transportasi daring sebagai salah satu moda transportasi wajib digunakan pegawai setiap hari Selasa. Hal itu tak sesuai dengan tujuan awal mengurangi emisi gas kendaraan yang tak akan tercapai.
“Kalau naik angkutan umum itu ajakan yang bagus sekali, tapi kalau naik angkutan daring jadinya hanya berpindah kendaran, karena yang dibawa hanya terbatas pada satu hingga tiga orang,” ujar Djoko Setijowarno ketika dihubungi serat.id, Minggu, 30 Mei 2021 kemarin.
Berita terkait : Kurangi Polusi Udara, Pemkot Semarang Wajibkan PNS Gunakan Transportasi Umum
Djoko, yang juga menjabat sebagai akademisi Unika Soegijapranata, menyebut Pemkot Semarang harusnya mafhum arti dari transportasi umum. Pasalnya, pengertian transportasi umum ialah moda kendaraan yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah yang masif.
Ia menyebut Pemkot Semarang tak mengetahui kondisi BRT di lapangan yang belum menjangkau secara masif ke setiap wilayah di Kota Semarang. Bahkan, ia juga menemukan feeder BRT Semarang masih dalam kondisi sepi penumpang.
“Jadinya nanti kantor Pemkot Semarang sepi parkir dan mereka akan parkir di sekitarnya,” ujar Djoko menambahkan.
Sedangkan penerapan sanksi berupa denda parkir hanya akan membebani pengeluaran pegawai saja. Selain itu, justru pendapatan parkir liar akan meningkat, padahal potensi parkir di Kota Semarang belum dikelola dengan maksimal.
Selain itu Djoko juga menilai dalam situasi pandemi Covid-19, Pemkot Semarang perlu memastikan bahwa transportasi BRT Semarang menerapkan secara ketat protokol kesehatan. Sebab, akan fatal dampaknya jika tak diterapkannya protokol kesehatan akan berujung jadi penyebaran virus Covid-19
“Kalau integrasinya masih belum baik, memang tidak mudah memindahkan penggunaan pribadi ke angkutan umum,” ujar Djoko menjelaskan.
Baca juga : Roda Dua Tak Layak Jadi Angkutan Umum
Jalur Sepeda Belum Maksimal, Ini Penjelasannya
Sejumlah Penumpang Sempat Terlantar Usai Terboyo ditutup
Sebelumnya Pemkot Semarang berencana untuk menerapkan kewajiban bagi pegawai Pemkot Semarang baik PNS maupun non-PNS setiap hari selasa berlaku mulai Selasa, 8 Juni hingga Selasa, 6 Juli 2021. Kebijakan tersebut masih akan dimatangkan nantinya dalam bentuk Peraturan Wali Kota (PERWALI). Sejumlah opsi sanksi akan diterapkan, diantaranya, pemberlakuan denda tarif parkir insendentil dan dan progresif atau parkir dua kali lipat.
Ketua Komunitas Peduli Transportasi Semarang (KPTS), Theresia Tarigan menyambut positif kebijakan pegawai Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang baik Pegawai Negeri Sipil dan non-PNS diwajibkan untuk naik transportasi umum setiap hari Selasa. Kebijakan tersebut sebenarnya serupa dengan usulan yang pernah mereka sampaikan beberapa tahun silam ke Pemkot Semarang.
“Pasti dengan kebijakan ini BRT dan feedernya akan berkembang karena pegawainya tersebar di Kota semarang, dan akan jadi ukuran bagi pelayanan angkutan umum, sebab mereka akan memberi masukan secara langsung,” ujar Theresia.
Ia menyebut kebijakan itu juga harus diiringi dengan pengoptimalan jadwal ataupun penambahan armada Bus Rapid Trans (BRT) Trans Semarang pada jam berangkat dan pulang kantor. Sebab, kondisi BRT Semarang saat ini telah ramai penumpang, terlebih dengan adanya pembatasan penumpang di masa pandemi.
“Kalau tidak ada penambahan armada berarti nanti orang pegawai naik ojek online (ojol), padahal ojol hanya sebagai pelengkap, sama saja tidak menyasar untuk mengurangi polusinya,” katanya.
Theresia berharap apabila kebijakan tersebut telah usai dilaksanakan, maka Pemkot Semarang dapat memberikan metode lain agar pegawainya masih tetap menggunakan transportasi umum. Misalnya, dengan memberikan penghargaan kepada pegawai pemkot yang aktif ketika berangkat kerja menggunakan moda transportasi umum, bersepeda ke kantor atau bike to work, serta berbagi tumpangan atau ride sharing. (*)