Terlebih jika praktik titipan yang di lapangan dijalankan oleh Tenaga Ahli (TA) pimpinan DPRD ujungnya tidak untuk kesejahteraan masyarakat namun lebih untuk kepentingan pribadi atau kelompok anggota dewan.

Serat.id – Sekretaris Daerah Jepara Edy Sujatmiko menyayangkan masih maraknya progam titipan dalam bentuk Pokok Pikiran atau Poki dari anggota dewan saat proses penyusunan APBD. Edy berharap kebiasaan lama ini harus dihentikan, terlebih jika praktik titipan yang di lapangan dijalankan oleh Tenaga Ahli (TA) pimpinan DPRD ujungnya tidak untuk kesejahteraan masyarakat namun lebih untuk kepentingan pribadi atau kelompok anggota dewan.
“Hampir seluruh pekerjaan eksekutif itu sebenarnya mengerjakan progam legislatif. Ke depan, harus komitmen sesuai relnya. Masing-masing cukup bekerja sesuai tupoksinya,” kata Edy Sujatmiko saat Focus Grup Discussion Implementasi Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2017 yang digelar Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jateng, Selasa 29 Juni 2021.
Baca juga : Ini Salah Satu Alasan Desa Tak Mampu Tetapkan Prioritas Pembangunan
Daerah Ini Anggarkan Bantuan Ahli Waris Korban Covid-19
Sejumlah Anggota DPRD Maluku Intimidasi dan Menghalangi Kerja Jurnalis
Menurut Edy sistim perencanaan dan penganggaran saat ini diatur dalam PP nomor tahun 2017 yang aturan turunannya sudah memadai. Sistim ini bahkan bisa menjadi solusi masalah “ketegangan” lintas sektoral yang biasanya terjadi saat proses penyusunan anggaran. Selain itu, juga meminimalisir kemungkinan tercecernya rencana progam kerja yang sudah dikunci melalui musrenbang dalam berbagai tingkatan.
“Seperti kata KPK, korupsi itu muncul dari perencanaan. Sistim ini bisa menekan kemungkinan itu. Tinggal bagaimana kita lepaskan ego sektoral dan adanya political will. Inovasi bagus kalau ujungnya tidak mensejahterakan masyarakat juga buat apa,” kata Edy menjelaskan.
Salah satu tenaga ahli Pimpinan DPRD Jepara, Lukman Hakim mengatakan informasi yang disampaikan Edy Sujatmiko tidak sepenuhnya benar. Sebab pokir itu legal dan diatur dalam undang undang dan juga Peraturan DPRD Jepara No 1 tahun 2019. Proses penyusunan pokir juga melalui sejumlah tahapan. Mulai dari reses, rapat paripurna penyampaian laporan reses, lalu pimpinan menyerahkan hasil reses itu kepada badan anggaran sebagai bahan pokir DPRD. Lalu pokir ditetapkan dengan keputusan DPRD melalui rapat paripurna.
“Jadi tidak ada titipan dalam penyusunan APBD Jepara. Namun yang ada adalah program kegiatan hasil serap aspirasi anggota dewan yang diinput dalam sistem yang disediakan pemkab. Hasil input tersebut kemudian menjadi renja dinas,” jelasnya.
Dari sisi jumlah, pokir DPRD juga tidak besar. Ia menyebut dari sekitar Rp2,5 triliun APBD Jepara, nominal pokok pikiran atau dana titipan hanya sekitar Rp100 miliar. Jika dihitung setiap anggota dewan tidak lebih dari Rp1,5 miliar, baik berupa progam fisik maupun pemberdayaan atau lainnya
.
“Tiap anggota dewan membawa aspirasi dari dapil yang dinaungi. Dan itu ada SK-nya. Saat proses penyusunan pasti ada dinamikanya atau tarik ulur. Tapi tidak benar kalau legislatif mendikte eksekutif. Justru dewan menguatkan progam kerja masing-masing OPD,” kata Lukman.
Koordinator Fitra Jateng, Mayadina RM mengatakan berbagai masukan yang muncul saat FGD akan dijadikan rekomendasi untuk diteruskan kepada pihak-pihak terkait. Harapannya akan menjadi bahan perbaikan bagi para pemegang kebijakan.
“Ruang-ruang partisipasi dari masyarakat khususnya kelompok rentan harus terus kita buka,”kata Mayadina.
Namun, ia menekankan partisipasi idealnya juga diimbangi dengan skill untuk menyampaikan agar partisipasi mereka itu bisa lebih didengar dan direalisasikan. (*) MUHAMMAD OLIES
Catatan: redaksi telah menyunting sebagian isi dalam berita ini pada 25 Juli 2021 pukul 13.29 WIB.