Keberadaan pohon lokal Indonesia kini semakin langka ditemukan. Padahal pohon telah jadi identitas nama wilayah-wilayah Indonesia, seperti Semarang (Pohon Asam), Kota Solo (Pohon Sala), Majalengka (Buah Maja), Jakarta (Pohon Kemang, Tanaman Gambir,).

Serat.id – Sejumlah pohon khas Indonesia dikhawatirkan dilupakan oleh generasi sekarang akibat punah sehingga sulit ditemukan lagi. Hal itu menjadi catatan sejumlah peneliti saat peringatan hari cinta satwa dan puspa nasional yang diperingati saban 5 November.
“Jangan sampai terjadi kepunahan, seperti jenis fauna Indonesia yang saat ini tinggal sejarah saja, misalnya Harimau.” kata peneliti botani dan ekologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Profesor Tukirin Partomihardjo, saat diskusi virtual bertema “Kita Jaga Pohon Lokal Indonesia”, Sabtu 6 November 2021, siang tadi.
Menurut Tukirim keberadaan pohon lokal Indonesia kini semakin langka ditemukan. Padahal pohon telah jadi identitas nama wilayah-wilayah Indonesia, seperti Semarang (Pohon Asam), Kota Solo (Pohon Sala), Majalengka (Buah Maja), Jakarta (Pohon Kemang, Tanaman Gambir,).
“Nama-nama itu tidak lagi dikenali sebagai nama pepohonan. Semakin mengkhawatirkan, jenis-jenis pohon asing seperti Ketapang Kencana, Akasia lebih dikenali dan banyak ditanam oleh masyarakat,” kata Tukirin menambahkan.
Tukirin menyatakan, meskipun Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar ke-2 di dunia, namun kepedulian terhadap kekayaan tersebut masih sangat rendah. “Banyak dari kita yang tidak lagi tahu, jenis tanaman yang merupakan nama daerah Indonesia , seperti Maja, Kemang, Gambir, dan lain-lain,” kata Tukirin menegaskan.
Pengajar program studi Biologi Fakultas Teknik Universitas Samudra, Wendy Achmmad, mengatakan generasi sekarang relatif tak mengenal pohon asli Indonesia, hal itu berakibat pada lebih populernya penanaman jenis pohon asing.
“Penyebab tak populernya tanaman Indonesia dipengaruhi oleh belum adanya wadah pengenalan biodiversitas Indonesia dalam kurikulum pendidikan dasar Indonesia,” kata Wendy.
Menurut Wendy pelestarian pohon merupakan tiang pelestarian lingkungan., karena dengan melestarikan pohon berarti menyelamatkan lingkungan. Upaya pelestarian pohon lokal Indonesia juga dapat sekaligus melestarikan budaya Indonesia, Wendy mencontohkan rumah adat Kalimantan yang dibangun dari kayu Ulin.
“Di sisi lain, pohon lokal juga bernilai ekonomi tinggi. Seperti Pohon Damar Matakucing, yang jadi sumber pendapatan masyarakat lampung, berbagai jenis pohon durian yang jadi sumber penghasilan masyarakat Kalimantan atau kayu kamper yang merupakan salah satu komoditas perdagangan Indonesia,” kata Wendy menjelaskan
Tercatat upaya pelestarian jenis pohon lokal Indonesia telah dilakukan beberapa komunitas di berbagai daerah. salah satunya rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan penyangga cagar alam Nusakambangan Barat mulai tahun 2016. Selain itu di daerah Sungai Citanduy sejak tahun 2017 oleh komunitas Save Our Nusakambangan Island (SONI).
SONI menanam pohon Plahlar atau Dipetocarpus littoralis yang telah diidentifikasi sebagai pohon langka Indonesia. Selain itu juga pohon-pohon berbuah seperti Alpukat, Asem Jawa, Kakao, Matoa, yang dapat membantu perekonomian masyarakat sekitar.
“Komunitas SONI sekaligus berupaya menyediakan bibit pohon lokal bagi masyarakat agar semakin banyak yang menanam pohon lokal,” kata penggiat komunitas SONI, Widodo Setyo.
Enviro Universitas Sebelas Maret (UNS), sebuah kelompok studi berbasis organisasi yang terfokus pada masalah lingkungan juga sudah melakukan berbagai kegiatan konservasi pohon lokal. Salah satunya dalam bentuk inventarisasi flora dan fauna di Alas Bromo dan daerah Boyolali serta penanaman pohon lokal di Kaki Gunung Lawu dan Bantaran Sungai Bengawan Solo.
“Kami bekerja sama dengan pemerintah dan komunitas setempat, “jelas ketua Enviro Universitas Sebelas Maret (UNS), Muhammad Yusron. (*)