Selasa, September 2, 2025
26.9 C
Semarang

Industri Film India…Wow!

Anto Prabowo

India dan film tampaknya tak bisa dipisahkan. Film menjadi salah satu identitas penting dari negeri itu. Film menjadi bagian penting dari masyarakatnya. Di era digital ini, saat mana banyak bioskop tutup karena makin berkembangnya smartphone, gedung-gedung bioskop di India  bahkan tumbuh subur hingga ke pelosok-pelosok desa. Penontonnya pun sering membludak.

Di era pandemi covid-19 yang melanda semua Negara di dunia, memang tak tampak lagi pemandangan “penonton membludak” di gedung-gedung  bioskop. Tapi pandemi ini tak menyurutkan semangat sineas India untuk memproduksi film.

Di tahun 2021, dunia sinematografi internasional dikejutkan oleh munculnya film Jai Bhim. Tahun lalu Jai Bhim melesat ke puncak dalam rating IMDb. Skor IMDb nya 9,6 (dari maksimal 10), melewati film-film yang lama mapan di singgasana tertinggi rating IMDb sebelumnya, seperti film Shawshank Redemption (produksi 1994, skor IMDb 9,3), The Godfather (1972, IMDb 9,2), ataupun The Dark Knight (2008, IMDb 9,0).

IMDb (Internet Movie Database) adalah database online yang memberi informasi tentang film, program televisi, serta video games. Seluruh unsur film menjadi dasar penilaian IMDb, terutama pada kekuatan cerita dan akting dari para aktor dan aktris nya. Rating IMDb dinilai terakurat dibanding situs lainnya dalam hal kualitas film, bukan jumlah penonton (box office). Karena itu, IMDb menjadi acuan utama para sineas maupun penggemar film.

Jai Bhim bercerita tentang perjuangan masyarakat kasta Dalit untuk mendapatkan keadilan. Di India, kata Dalit dianggap kasta yang paling hina. Mereka sering kali jadi sasaran kekerasan oleh lapisan masyarakat yang kastanya dianggap lebih tinggi. Pembunuhan, penyiksaan, perkosaan, dan perundungan (bullying) adalah hal-hal yang akrab mereka terima. Ada sejumlah film yang temanya anti-kasta, yang mempersoalkan diskriminasi masyarakat berdasarkan kasta. Dan Jai Bhim dinilai yang terbaik.

Tak Hanya Bollywood

Kita semua tentu cukup akrab dengan nama  Bollywood. Nama yang sering dikaitkan dengan Hollywood, pusat perfilman terbesar di dunia yang terletak di negara bagian California USA. Tak salah mengaitkan keduanya, karena nama Bollywood memang dimaksudkan sebagai “Hollywood-nya Bombay”.

Bombay adalah nama kota terbesar di India. Dan salah satu kota terpadat di dunia, dengan jumlah penduduknya mencapai lebih dari  22 juta jiwa. Bandingkan dengan Jakarta yang 11,25 juta, atau kurang lebih separonya.

Nama Bombay telah berubah menjadi Mumbai pada November 1995. Tapi Bollywood –nama yang mulai dipopulerkan tahun 1970-an setelah film-film India booming—  tetap tidak diubah. Bollywood telah menjadi identitas yang khas dan sangat kuat.

Bollywood menjadi pusat sinema yang sangat diperhitungkan. Baik karena kuantitas produksinya, kualitas film yang dihasilkan, serta pasarnya yang mendunia.  Film-film produksi Bollywood umumnya berbahasa Hindi (Bahasa nasiona India, seperti Bahasa Indonesia di negeri kita), dan kadang-kadang diselipkan kalimat-kalimat bahasa Inggris.

Barangkali tak banyak yang tahu bahwa Bollywood  bukan satu satunya pusat industri film  di India. Ada juga pusat-pusat yang lain, yang memproduksi film dengan bahasa lokal (negara bagian) masing-masing. Sebut saja, Tollywood, yang berbasis di Hyderabad  memproduksi film-film berbahasa Telugu. Ada Kollywood di kawasan Chenai yang film-film nya menggunakan Bahasa Tamil. Juga Mollywood dari wilayah Kerala, berbahasa Malayalam.

Data mengenai jumlah produksi film menggambarkan kekuatan industri film India di luar Bollywood, khususnya di Kawasan India Selatan. Situs DW.com (18 Juli 2021) mencatat, dalam kondisi normal sebelum pandemi, total produksi film India berkisar antara 1.600 – 1.800 judul film. Dari jumlah itu, industri film Bollywood menyumbang sekitar 250 judul film.

Jangan dikira film-film berbahasa lokal kualitasnya jelek. Itu anggapan yang salah besar. Jai Bhim,  film yang jadi perbincangan dunia saat ini, berbahasa Tamil dan dihasilkan oleh pusat industri film  Kollywood.  Bukan Bollywood!

Pasar Utama

Keragaman tema menjadi kekuatan film-film India. Selain itu juga keberanian dan kejujuran dalam mengungkapkan persoalan-persoalan masyarakat India, bahkan yang paling pekat sekalipun, seperti persoalan kasta, korupsi di pemerintahan, premanisme, dan lainnya. Polisi, pegawai pemerintah hingga Menteri, hakim, bahkan para pemuka agama, kerap menjadi sasaran kritik.

Dengan begitu, film film India bisa mewakili kepentingan dan harapan masyarakat yang sumpek karena berbagai tekanan sosial, ekonomi dan politik yang mereka hadapi sehari-hari. Sebaliknya, masyarakat pada akhirnya bisa menjadi basis pasar yang kuat, yang membuat film- film India bisa survive dan berkembang.

Menonton film menjadi bagian gaya hidup masyarakat India. Mereka boleh jadi lebih miskin dari rata-rata masyarakat Indonesia (pendapatan per kapita India 2.140 US dollar pada 2020, sementara Indonesia 3.870 US dollar), tapi hal itu tak menghalangi masyarakat India untuk membelanjakan uangnya untuk menonton film di Gedung-gedung bioskop, baik yang mewah di kota-kota untuk kalangan kaya, maupun yang sederhana di kota maupun desa. Tak jarang terlihat pemandangan masyarakat mengular mengantri tiket masuk bioskop.

Menurut laporan Ernst and Young, sebagaimana dikutip DW.com, pada tahun 2020 India tercatat memiliki sekitar 9.527 bioskop dengan sekitar 6.327 layar tunggal dan 3.200 multipleks. Sayangnya  sekitar 1.000 bioskop ditutup permanen karena pandemi.

Ada kebiasaan yang unik saat menonton film di bioskop. Yaitu ada masa jeda beberapa menit. Di bioskop-bioskop yang sederhana, saat jeda itu digunakan oleh pedagang makanan masuk menawarkan jajanannya. Pemandangan seperti ini mirip di kereta-kereta kelas ekonomi di masa lalu, saat memasuki stasiun, sebelum akhirnya Ignatius Jonan menertibkannya, hingga tak ada lagi pedagang masuk ke dalam kereta. Boleh jadi, kebiasaan jam istirahat itu ada hubungannya dengan durasi film film India yang umumnya melebihi 120 menit.

Bagaimana dengan pasar di luar India, di negara-negara lain? Apakah bahasa tidak menjadi kendala pemasarannya? Apakah durasi film yang panjang bisa diterima di pasar global? Dan lagi, apakah ciri khas nyanyi dan tari yang relative selalu ada di film film India tak menghalagi pemasaran itu?

Tampaknya semua itu tidak menjadi kendala. Boleh jadi sineas India semakin terampil dalam mengkomunikasikan persoalan persoalan kemanusiaan, juga humor-humor, dalam bahasa film yang bisa diterima secara universal. Perbedaan dan hal-hal unik yang hanya ada di India –sebutlah antara lain soal kasta— pada akhirnya akan menjadi kontras yang memukau, yang membuat penonton di luar India, yang memiliki tradisi yang pola pikir yang berbeda, justru menjadi terperangah.

Berbagai penghargaan yang disematkan pada sejumlah film –antara lain dalam bentuk skor rating IMDb, serta kajian-kajian di sejumlah media internasional— akan memuluskan penerimaan film-film India oleh konsumen film di luar negara itu.

Di masa pandemi covid-19, industri film India juga ikut tiarap. Bioskop bioskop ditutup untuk mengurangi risiko penularan. Toh semua itu tidak menghalangi sineas India menghasilkan film-film bermutu. Selain Jai Bhims, ada sejumlah film bagus yang dihasilkan pada tahun 2021, yakni The Girl on The Train, The White Tiger, Saina, dan lainnya. Setahun sebelumnya, India juga menghasilkan film yang jadi perbincangan dunia, Soorarai Pottru, tentang usaha seorang warga desa mewujudkan mimpinya  menghasilkan maskapai penerbangan yang murah.

Rasanya, setelah pandemi, industri film India segera bangkit kembali!***

  • Anto Prabowo adalah pemulung dan pengolah informasi dari Lembaga Studi Pers dan Informasi (LeSPI) Semarang

Hot this week

Pers Mahasiswa Ditangkap Saat Meliput Aksi di Mapolda Jateng, LBH Semarang: Polisi Sewenang-wenang

Sebanyak 40 demonstran yang ditangkap polisi di Semarang saat...

Polisi Kembali Tangkap Puluhan Demonstran di Semarang

Polisi kembali menangkap 50 orang massa aksi mendatangi Mapolda...

Jurnalis MNC Terluka Usai Meliput Aksi di Grobogan, AJI Semarang: Polda Jateng Harus Usut Tuntas Kasus Ini

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam keras aksi pembacokan...

Robig Penembak Mati Gamma Resmi Dipecat

Illustrasi sidang Robig Zainudin di Mapolda Jawa Tengah pada...

Topics

Polisi Kembali Tangkap Puluhan Demonstran di Semarang

Polisi kembali menangkap 50 orang massa aksi mendatangi Mapolda...

Jurnalis MNC Terluka Usai Meliput Aksi di Grobogan, AJI Semarang: Polda Jateng Harus Usut Tuntas Kasus Ini

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam keras aksi pembacokan...

Robig Penembak Mati Gamma Resmi Dipecat

Illustrasi sidang Robig Zainudin di Mapolda Jawa Tengah pada...

Lima Mahasiswa Aksi Hari Buruh Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Negeri Semarang

Kelima mahasiswa saat sedang menjalani sidang perdana di Pengadilan...

Puluhan Warga Pati Terluka, Sebagian Terkena Selongsong Peluru

Massa aksi saat melakukan protes kenaikan PBB sebesar 250...

Saparan di Kopeng, Tradisi Ucap Syukur Kepada Alam

Festival Budaya Kulon Kayon di dusun Sleker, Desa Kopeng,...
spot_img

Related Articles

Popular Categories

spot_imgspot_img