Beranda Kilas RKUHP Hendak disahkan, LBH Semarang : Masih Banyak Pasal Anti Demokrasi

RKUHP Hendak disahkan, LBH Semarang : Masih Banyak Pasal Anti Demokrasi

0

Pasal penghinaan terhadap pemerintahan yang sah, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 349 sampai Pasal 351), pasal mengenai pencemaran nama baik, hingga pasal ancaman pidana kepada penyelenggaraan aksi demonstrasi yang tidak didahului dengan pemberitahuan (Pasal 256),”

Ilustrasi, pixabay.com

Serat.id – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Eti Oktaviani menilai sejumlah pasal di rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) masih banyak bermasalah. Hal itu menjadi alasan LBH Semarang bersama koalisi rakyat Semarang menolak rencana pengesahan draft RKUHP pada Desember mendatang.

“Draft RKUHP yang saat ini sedang dibahas patut untuk ditolak. Karena didalamnya masih berisi pasal-pasal anti demokratis dan diskriminatif kepada rakyat,” katanya kepada Serat.id Senin, 28 November 2022.

Anti demokratis ini, tertuang dalam pasal-pasal misalnya pasal mengenai ancaman pidana terhadap penghinaan Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218 sampai Pasal 220).

“Lalu pasal penghinaan terhadap pemerintahan yang sah, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 349 sampai Pasal 351), pasal mengenai pencemaran nama baik, hingga pasal ancaman pidana kepada penyelenggaraan aksi demonstrasi yang tidak didahului dengan pemberitahuan (Pasal 256),” kata Eti menjelaskan.

Eti menganggap pasal-pasal tersebut sangat mungkin digunakan secara serampangan oleh aparat penegak hukum, maupun pemerintah untuk membungkam suara kritis rakyat.

Pemerintah juga masih belum menyelesaikan tugasnya seperti rentetan kasus pelanggaran HAM, praktik oligarki yang merusak alam besar-besaran.

Kasus koruptor yang melarikan diri dan belum ditangkap, juga diadili hingga hari ini, mantan napi koruptor yang tidak dicabut hak politiknya, serta konflik agraria yang sampai saat ini belum juga dituntaskan.

“Pasal-pasal dalam RKUHP makin menyudutkan rakyat,” ucapnya.

Adagium hukum mengatakan Cogitationis poenam nemo patitur (tidak ada seorang pun dapat dihukum atas apa yang dipikirkan-nya). 

Berbicara demokrasi artinya berbicara perihal kebebasan sipil dalam merawat nalar kritis. Negara seharusnya hadir untuk memenuhi hak-hak warga negara, dan negara harus selalu siap untuk dipertanyakan, dikritisi. 

Melalui RKUHP ini negara justru menjalankan praktik otoritarianisme dengan membungkam sipil untuk mengkritisi negara. 

“Disebut diskriminatif karena draft RKUHP hanya berusaha ‘’mengatur dan menghukum” rakyat dengan segala bentuk larangan dan ancaman pidana yang menanti rakyat, sedangkan tidak mengatur perilaku dan larangan pejabat publik atau pemerintah,” katanya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here