
Para petani dari Desa Tegaldowo dan Timbrangan, Kecamatan Gunem, Rembang, yang tergabung dalam JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) merasa kecewa lantaran audiensi dengan Bupati Rembang yang sudah dimintakan sejak Rabu, 6 Desember 2023 tak mendapat respon dengan baik. Bupati yang diwakili Sekda justru beralasan sedang ada agenda diluar tanpa pemberitahuan sebelumnya.
“Audiensi kali ini adalah merespon rencana Bupati Rembang yang akan menarik retribusi pajak dari tambang-tambang ilegal sebagaimana pemberitaan media massa sejak awal Oktober 2023 lalu,” kata Joko Prianto, perwakilan JM-PPK, dalam siaran pers yang diterima serat.id
Joko mengatakan dari pernyataan bupati muncul dalih bahwa eksploitasi tambang perlu digarap dengan tujuan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tahun lalu mengalami defisit, tanpa melihat itu tambang legal atau ilegal. Pernyataan bupati tersebut tentu membuat JM-PPK merasa kecewa dengan komitmen Bupati.
Padahal, kondisi lingkungan di Rembang khususnya yang berada di kawasan CAT Watuputih semakin rusak porak poranda akibat eksploitasi aktivitas tambang dan operasi PT Semen Indonesia. Selain itu, maraknya tambang baik legal maupun ilegal semakin memperparah kerusakkan dan ini luput dari pengawasan pemerintah.
Jika mengingat komitmen kerjasama Desk Pelaporan Tambang Ilegal antara Gubernur dan Bupati/Walikota se-Jawa Tengah pada akhir 2022 lalu, sudah seharusnya Bupati Rembang punya kewenangan berkolaborasi dengan masyarakat dengan melakukan jemput bola untuk melakukan pelaporan agar ada penertiban tambang-tambang ilegal yang berada di wilayahnya.
“Komitmen Bupati juga makin dipertanyakan, bagaimana kinerja dari kerja sama Desk Pelaporan Tambang Ilegal tersebut? Dan kepada siapa kah Bupati berpihak?,” katanya
Selain itu, wacana retribusi tambang ilegal ini dinilai tanpa kajian yang komprehensif. Bupati seakan lupa bahwa sejak 2017, JM-PPK telah memperjuangkan KLHS Pegunungan Kendeng hasil amanat Presiden Joko Widodo. Isi rekomendasinya secara jelas meminta kepada bupati, gubernur dan pemerintah pusat berkolaborasi menetapkan CAT Watuputih sebagai kawasan lindung/KBAK baik secara kebijakan, rencana dan program.
Selain itu, rekomendasi lainnya selama menunggu proses itu maka moratorium izin usaha pertambangan harus dilakukan.
Ia melihat seakaan saat ini justru kran tambang dibuka lebar hanya dengan aturan yang sangat ringan, yaitu membayar pajak. Jika menilik KLHS, sudah seharusnya semua tambang, baik legal maupun ilegal di kawasan CAT Watuputih harus dihentikan.
“Melihat kondisi wacana ngawur ini termasuk tak diresponnya permohonan audiensi warganya, menjadi cerminan Bupati Rembang yang tak memperdulikan kelestarian lingkungan wilayahnya serta tak mau mendengarkan aspirasi dari petani yang selama ini terdampak operasi tambang,” katanya
Padahal jika Bupati melihat secara langsung dampak dari tambang ini, justru sangat menyengsarakan warganya. Ia mempertanyakan bukankah marwah dari seorang bupati adalah mewujudkan kesejahteraan warganya tanpa meninggalkan jati diri warganya yang mayoritas petani.
“Untuk itu, warga terus menunggu komitmen Bupati untuk bersedia menemui JM-PPK dan secara terbuka dan bekerjasama dengan rakyatnya untuk memberantas tambang-tambang ilegal maupun legal yang merusak kelestarian alam di Rembang,” pungkasnya