
Serat.id – UndipAmanKS menyerahkan Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan terkait Permohonan Uji Materiil atas Perarturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi pada Senin (11/4/2022) siang.
“Hadirnya Amicus Curiae ini merupakan bentuk kepedulian kami, selaku pihak ketiga terkait permasalahan mengenai Permohonan Uji Materiil terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi,” kata Jubir Undip AmanKS, Angela Augusta Laksana, dalam pernyataan yang diterima Serat.id, Senin 11 April 2022
Angela mengatakan Amicus Curiae berlandaskan atas Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yang menyatakan:
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,” kata Angela menambahkan.
Ia menjelaskan pengajuan Amicus Curiae ini merupakan upaya dalam membantu memberikan perspektif lain kepada majelis hakim dalam memutus perkara yang sedang diperiksa. Dalam Amicus Curiae ini, lembaganya berpandangan terdapat permasalahan darurat kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu, terdapat permasalahan-permasalah dalam permohonan uji materiil dan uji formil terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
“Sehingga, permohonan ini mengancam kepentingan Sivitas Akademika di Perguruan Tinggi atas ruang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi,” kata angel menjelaskan.
Sedangkan pokok bahasan Amicus Curiae yang telah diserahkan sangat terkait dengan realita permasalahan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, permasalahan permohonan pengujian formil dan materiil oleh Pemohon, termasuk dalam hal ini menjelaskan kekuatan hukum Permendikbudristek 30/2021 yang mengikat dan penjelasan mengenai frasa “tanpa persetujuan korban” dan “yang tidak disetujui oleh korban” dalam Permendikbudristek 30/2021 yang menjadi Obyek Permohonan dalam perkara tersebut.
Mengingat bahwa salah satu latar belakang dari diadakannya Permendikbudristek 30/2021 ini adalah untuk menjamin kepastian hukum dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Maka keberadaan frasa tanpa persetujuan korban atau tidak disetujui oleh korban yang digugat merupakan hal yang sangat penting untuk diakomodir karena frasa tersebut memiliki fungsi untuk menentukan apakah suatu tindakan merupakan kekerasan seksual atau tidak, mengenali pihak-pihak dalam rangka pemberian pemulihan dan sanksi, dan agar menjadi suatu kesadaran bagi Sivitas Akademika akan adanya relasi kuasa dalam lingkungan pendidikan tinggi. (*)