Hasil survei itu juga diketahui narasumber menjadi yang paling dominan sebagai pelaku kekerasan seksual.

Serat.id – Hasil survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang menemukan 22,5 persen pekerja media atau jurnalis setempat mengalamai kekerasan seksual berbasis gender. Sedangkan mayoritas penyintas menjawab mengalami kekerasan seksual sekali, persentasenya 33,3 persen dan 22,2 mengalami kekerasan seksual sebanyak tiga kali.
“Yang menjawab mengalami kekerasan seksual sebanyak dua kali dan lebih dari tiga kali ada 11,1 persen,” kata Ketua AJI Malang, Mohamad Zainuddin, dalam pernytaan resmi diterima Serat.id, Sabtu 28 Mei 2022.
Menurut Zainuddin, hasil survei itu juga diketahui bahwa narasumber menjadi yang paling dominan sebagai pelaku kekerasan seksual. “Angkanya mencapai 22,2 persen, sedangkan 11,1 persen pelaku kekerasan seksual adalah teman satu profesi, teman sekantor dan orang lain,” kata Zainuddin menambahkan.
Ironisnya, kata Zainudin, rata-rata responden memilih diam saja saat mengalami kekerasan seksual. Hal itu dibuktikan hasil survei yang mereka temukan mendapatkan sebanyak 55,6 persen. Hanya sebanyak 33,3 persen yang menjawab melakukan perlawanan ketika mendapat kekerasan seksual sedangkan 11,1 responden yang menjawab tidak menanggapi.
“Mayoritas para responden ini memilih untuk melaporkan pengalaman buruk mereka ke organisasi profesi. Ini menjadi tanda, bahwa organisasi profesi juga harus bisa memberikan layanan atau SOP ketika anggotanya mengalami kekerasan seksual,” kata Zainuddin menjelaskan.
AJI malang menyimpulkan bahwa jurnalis perempuan paling rentan mendapat kekerasan seksual. Bahkan kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan bisa terjadi ketika masa kerjanya masih di bawah setahun.
Hal itu menjadi alasan AJI Malang mengeluarkan rekomendasi yakni agar perusahaan media perlu memiliki SOP penanganan kasus kekerasan seksual. “Perusahaan media harus menjadi pihak pertama yang melindungi pekerjanya,” katanya.
Selain itu diperlukan langkah bagi perusahaan memberikan edukasi tentang perspektif gender kepada pekerjaannya untuk menciptakan tempat kerja dan produk berita yang ramah gender. Termasuk perlunya edukasi tentang kekerasan seksual, baik kepada jurnalis, pemangku kebijakan dan masyarakat luas. (*)