
Pemerintah tidak memahami fungsi dan peran peradilan, serta tidak mau menerima partisipasi dan koreksi dari masyarakat.
Serat.id – Keputusan presiden RI Joko Widodo yang mengajukan banding atas putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) Jakarta, soal blokir internet di Papua dan Papua Barat disayangkan. Tim Pembela Kebebasan Pers terdiri dari AJI Indonesia, SAFENet, LBH PERS, YLBHI, KONTRAS, ICJR dan ELSAM yang sebelumnya menggugat keputusan Kemenkominfo dan Presiden itu, berpendapat seharusnya presiden mengakui kesalahan dan menjadi pelajaran.
“Tim Pembela Kebebasan Pers menyayangkan karena pemerintah tidak mau belajar dari putusan majelis hakim yang dengan gamblang memutus perkara ini dengan berbagai pertimbangan,” kata juru bicara Tim Pembela Kebebasan Pers, Sasmito Madrin, Jum’at, 19 Juni 2020.
Berita terkait : Pemutusan Akses Internet di Papua Melanggar Hukum
Pemutusan Internet di Papua, Safetnet : Kami tidak ingin pemerintah lari dari tanggung jawab
LBH Pers Siap Advokasi Pemberitaan Putusan Gugatan Pemblokiran Akses Internet
Sikap pemerintah yang banding itu menunjukan pemerintah tidak belajar dari gugatan-gugatan lainnya, seperti gugatan kebakaran hutan di Kalimantan, gugatan Ujian Nasional dan lainnya yang justru terus kalah dan malah membuat semakin buruk bagi pemerintah
“Pengajuan banding ini akan melukai hati dan rasa keadilan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat yang menjadi korban perlambatan dan pemutusan akses internet Papua karena memperpanjang pengadilan dengan pengajuan banding,” kata Sasmito menambahkan.
Selain itu pengajuan banding ini juga semakin menegaskan pemerintah tidak memahami fungsi dan peran peradilan, serta tidak mau menerima partisipasi dan koreksi dari masyarakat. Ini juga sesuai dengan kekhawatiran kami, bahwa pemerintah menganggap langkah-langkah hukum yang diambil masyarakat dan dihargai konstitusi dianggap sebagai lawan dan gangguan.
Sasmito juga menyatakan, tim Pembela Kebebasan Pers siap menghadapi banding pemerintah. “Koalisi kebebasan pers yakin putusan majelis hakim di pengadilan tinggi akan kembali memenangkan atau menguatkan putusan PTUN Jakarta,” kata Sasmito menegaskan.
Tercatat Presiden RI dan Menteri Komunikasi dan Informatika menyatakan banding terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 230/G/TF/2019/PTUN-Jakarta tanggal 3 Juni 2020. Informasi tentang banding ini diketahui Tim Pembela Kebebasan Pers melalui surat pemberitahuan pernyataan banding dari PTUN Jakarta dengan tanggal 16 Juni 2020.
Dalam putusan sebelumnya, majelis hakim menyatakan tindakan tergugat I Kementerian Kominfo dan Tergugat II Presiden RI yang memperlambat dan memutus akses internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus dan September 2019 lalu adalah Perbuatan Melanggar Hukum. Hakim juga menghukum Tergugat membayar biaya perkara.
Dalam sidang, gugatan yang diajukan Tim Pembela Kebebasan Pers memenuhi syarat untuk mengajukan gugatan dengan mekanisme gugatan legal standing. Hakim juga menyatakan gugatannya jelas atau tidak kabur. Soal gugatan terhadap Presiden RI, kata Hakim, bukan merupakan error in persona.
Presiden dinilai bisa digugat karena tidak melakukan kontrol dan koreksi terhadap bawahannya dalam pelambatan dan pemblokiran internet ini. (*)