Pemuda Ahmadiyah telah memiliki semangat kebangsaan di antaranya pencipta lagu Indonesia Raya, W.R Soepratman

Serat.id – Pengurus Besar Jamaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) , Ekky Sabandi, menyebut Ahmadiyah telah berada cukup lama di Indonesia dan berkontribusi di berbagai hal. Lembaga itu juga turut dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia, lewat seruan dari Khalifatul Masih II agar Jamaat Ahmadiyah di seluruh dunia yang berjumlah dua juta untuk berpuasa pada Senin-Kamis dan berdoa untuk kekuatan pemimpin bangsa Indonesia.
“Seruan Khalifatul Masih II untuk mendukung Kemerdekaan Indonesia dicatat oleh Kedaulatan Rakyat pada 10 Desember 1946,“ ujar Ekky, penulis buku bertajuk “Sumbangsih Ahmadiyah Bagi Negeri” dalam bedah buku yang digelar secara daring, Sabtu, 29 Mei 2021,
Baca juga : Teror Dan Sejarah Kelam Peranakan Tionghoa Revolusi 1945-1946
Bekas Sekolah Guru Era Kolonial Saksi Sejarah Pendidikan di Purworejo
Gereja Gedangan, Simbol Sejarah Katolik di Kota Semarang
Selain itu seruan juga ditujukan kepada mubalig Ahmadiyah yang tersebar di seluruh dunia di antaranya di Palestina, Mesir, Iran, Afrika, Eropa Kanada, Amerika Serikat, Amerika Selatan untuk menulis tentang perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia di surat kabar negara masing-masing.
Sedangkan pemerintah turut mengakui jasa Ahmadiyah, terbukti ketika salah satu tokoh Ahmadiyah, Muhammad Sayyid Syah Muhammad ikut dalam rombongan Presiden Soekarno dalam pesawat Kepresidenan dari Yogyakarta ke Jakarta tahun 1949. “Pemerintah pun juga menetapkan Ahmadiyah sebagai badan hukum pada tahun 1953,” kata Ekky menambahkan.
Menurut Ekky, Ahmadiyah di Nusantara telah ada sejak tahun 1925, ketika Maulana Rahmat Ali H.A.O.T.diutus oleh Khalifatul Masih II ke Nusantara. Alasan Khalifatu Masih II menugutus Maulana Rahmat Ali karena adanya permintaan dari tiga pemuda santri alumni Sumatera Thawalib pada 1924 dalam sebuah jamuan teh.
“Maulana Rahmat Ali tiba di Tapaktuan selama enam bulan dan melakukan baiat pertama kalinya sebanyak lima belas orang. Setelahnya ia berpindah ke Padang selama lima tahun dan kemudian ke Batavia,” ujar Ekky menceritakan kisah itu.
Selain itu Ekky menyebut pemuda Ahmadiyah telah memiliki semangat kebangsaan di antaranya pencipta lagu Indonesia Raya, W.R Soepratman dan Raden Mohammad Muyiddin, Ketua Panitia HUT Proklamasi 1 sekaligus Ketua Pengurus Besar JAI Pertama yang diculik oleh tentara Belanda sebelum digelar peringatan HUT Proklamasi.
Ironisnya dalam penculikan itu Mohammad Muyiddin tak pernah kembali, bahkan jenazahnya tidak pernah ditemukan hingga kini. Semangat perjuangan tersebut masih diteruskan di masa akhir Orde Lama ialah Arif Rachman Hakim, mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Indonesia yang gugur dalam aksi demonstrasi Tritura tahun 1966.
Selain itu karya Ahmadiyah juga diakui oleh Pemerintah, misalnya, pada “Muqodimah Al-Quran dan Terjemahannya” yang diterbitkan oleh Departemen Agama tahun 1971 diketahui mengutip “Pengantar Untuk Mempeladjari Al-Qur’an” karya Khalifatul Masih II yang diterjemahkan tahun 1966. Ahmadiyah juga tetap mempertahankan asas Pancasila sebagai anggaran dasarnya sejak tahun 1989.
Memasuki masa reformasi, pada masa Presiden Gus Dur, Ahmadiyah di sambut baik dan diberikan kebebasan. Terbukti, ketika Gusdur mengundang Khalifatul Masih IV ke Indonesia sebagai tamu negara.
“Sampai saat ini Jemaat Ahmadiyah telah berdiri di 34 Provinsi, yang tersebar di 192 Kabupaten dan Kota, seluruhnya terdiri dari 400 cabang,” katanya. (*)