
Peringatan dilakukan dengan aksi damai di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.
Serat.id – Sejumlah mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), hari ini, Sabtu, (15/8/2020) kemarin menggelar memperingati Perjanjian New York bertepatan 15 Agustus tahun 1962 lalu. Peringatan dilakukan dengan aksi damai di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.
“Ini adalah aksi untuk memperingati Perjanjian New York, saat itu melakukan Perjanjian tidak melibatkan masyarakat Papua, yang mempunyai hak ulayat sebagai warga Papua,” kata Richarda Ogetai, juru bicara AMP kepada Serat.id. Sabtu, (15/8/2020).
Baca juga : Diskriminasi Mahasiswa Papua Dalam Suasana Perayaan Kemerdekaan RI
Mahasiswa Papua Tuntut Jokowi Usut Tuntas Kasus Biak
Semarang Doa Bersama untuk Kedamaian Papua
Ogetai mengatakan perjanjian New York 15 agustus 1962 tersebut dianggap bermasalah, karena dilakukan tanpa melibatkan rakyat West Papua. “Padahal, perjanjian tersebut berhubungan dengan keberlangsungan hidup dan masa depan rakyat dan bangsa West Papua,” kata Ogetai menambahkan.
Dengan begitu massa aksi meminta Pemerintah untuk menarik militer dari tanah Papua, serta untuk segera membuka akses jurnalis internasional maupun nasional ke tanah Papua. Ogetai menyebut sudah sangat banyak orang Papua yang meninggal, dan juga akses jurnalis yang masih ditutup sampai sekarang akibat aksi militer di bumi Cenderawasih itu.
Dalam keteranganya, Richarda juga menyinggung tentang Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Menurutnya PEPERA dilakukan secara tidak demokratis, karena hanya 1.026 orang, yang sebelumnya sudah dikarantina dibawah tekanan todongan senjata, terintimidasi dan teror untuk memilih integritas ke NKRI.
“Jadi hanya 175 orang saja yang memberikan pendapat, dari kurang lebih 800 ribu orang Papua yang memiliki hak suara pada saat itu,” katanya (*)