
“Tidak ada jaminan dengan penerapan teknologi ultra Supercritical untuk meminimalisir dampak PLTU terhadap lingkungan ataupun masyarakat,”
Serat.id – Lembaga peduli lingkungan Greenpeace Indonesia membantah jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU) Batang, Jawa Tengah yang menggunakan teknologi Ultra Supercritical, tidak akan memberikan dampak pencemaran udara atau fly ash dan kesehatan bagi masyarakat.
Greenpeace mengungkapkan pembangunan PLTU berbahan bakar batubara merupakan penyumbang polusi udara terbesar dan berbahaya bagi kesehatan meski menggunakan teknologi Ultra Supercritical sekalipun.
“Tidak ada jaminan dengan penerapan teknologi ultra Supercritical untuk meminimalisir dampak PLTU terhadap lingkungan ataupun masyarakat,” kata pegiat lingkungan dari Greenpeace Indonesia, Dinar Bayu, kepada serat.id, Kamis, 20 Juni 2019.
Berita terkait : Komnas HAM Tinjau Lokasi Pencemaran B3 PLTU Karang Kandri
Nelayan Keluhkan Limbah Lumpur PLTU Batang
Penambahan Pembangkit Listrik di Jateng Menuai Protes
Dinar menyatakan PLTU Batang juga akan menghasilkan polutan yang berdampak buruk bagi lingkungan, kesehatan masyarakat dan berperan besar mematikan matapencaharian nelayan dan petani di sekitar PLTU batang.
Greenpeace Indonesia mencatat, jika PLTU Batang dioperasionalkan dengan kapasitas 2 ribu megawatt akan mengeluarkan polusi udara berupa 10,8 juta ton karbon dalam satu tahun. Hal tersebut setara dengan polusi udara di negara Myanmar pada tahun 2009.
” Perhitungan itu masih dari PLTU yang ada di Batang, belum lagi dari PLTU yang sudah beroperasi di Jawa Tengah seperti di Rembang dan Cilacap. Dari PLTU itu sudah mencemari udara di daerah jateng,” kata Dinar menjelaskan.
Menurut dia polutan yang dihasilkan dari PLTU batubara berupa merkuri, nitrogen, oksida dan sulfur oksida yang berbahaya bagi kesehatan manusia. ” Penyakit paru-paru hitam akan mengancam masyarakat di sekitar PLTU,” Jelasnya.
Ia memastikan pembangunan PLTU berbahan bakar batubara terbesar se Asia Tenggara tersebut juga banyak merugikan rakyat kecil seperti nelayan dan petani. ” Tidak hanya matapencaharian mereka dirampas , namun lingkungan juga telah dirusak, ” katanya.
Sedangkan Dinas Lingkungan Provinsi Jawa Tengah memastikan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang pada 2020 mendatang tidak akan mengakibatkan pencemaran udara yang berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat, karena menggunakan teknologi penyaring polutan Ultra Supercritical.
” Karena menggunakan teknologi Ultra Supercritical, Jadi insyaallah yang ada di Batang tidak sesuai dengan pemikiran orang akan ada polusi debu,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng, Teguh Dwi.
Baca juga : RTRW Jateng hilangkan 878 Ribu Hektare Lahan Pertanian
Potensi Konflik Penataan Ruang Bertebaran di Jateng
Menurut Teguh, penggunaan Ultra Supercritical di PLTU Batang dan Cilacap akan berbeda, dibandingkan dengan PLTU Rembang dan Cilacap tahap 1 dan 2 yang telah masih menggunakan teknologi Supercritical serta masih menghasilkan fly ash.
“Dari pembangunan PLTU yang sudah beroprasi itu yang kemudian menjadi temuan dan sudah ada laporan kepada kami untuk melakukan kajian,” kata Teguh menjelaskan. (*)