
Hingga Juli 2020, angka pengangguran di Indonesia hampir mencapai lima juta orang. Dengan dalih karena pandemi Covid-19, banyak pengusaha memanfaatkan situasi ini untuk memberhentikan pekerjanya tanpa pesangon.
Serat.id – Ratusan buruh, mahasiswa, aktivis lembaga swadaya masyarakat, nelayan, dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (Geram), Jumat, (14/8/2020) turun kejalan.
Mereka menggelar sidang rakyat menolak Omnibus Law di depan gerbang Kantor Gubernur Jawa Tengah.
Geram menuntut pemerintah dan DPR membatalkan Omnibus Law dan  menolak PHK. Pemerintah dan DPR diminta fokus pada penanganan pandemi Covid-19.Â
“Isu ini sudah berkali-kali kami sampaikan,” Kata Karmanto dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), selaku Koordinator Lapangan aksi kepada Serat.id, Jumat, (14/8/2020).
Baca juga : Hentikan Pembahasan Omnibus Law, Gebrak Siap Geruduk DPR
Stop Pembahasan RUU Omnibus Law, Segera Sahkan RUU PKS
Tolak RUU Omnibus Law, Aktivis dan Buruh Kembali Turun ke…
Adapun aksi itu dilakukan serentak di seluruh Indonesia. Hal itu sebagai aksi mogok nasional yang dilakukan semua element masyarakat.
“Kami menuntut kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk segera menyampaikan aspirasi kami ini ke pemerintah pusat agar segera mengakhiri pembahasan Omnibus Law,” tandasnya.
Dia menjelaskan, hingga Juli 2020, angka pengangguran di Indonesia hampir mencapai lima juta orang. “Dengan dalih karena pandemi Covid-19, banyak pengusaha memanfaatkan situasi ini untuk memberhentikan pekerjanya tanpa memberikan pesangon,” ujarnya.
Sementara itu, saat seorang mahasiswi Papua menyuarakan tentang penandatanganan perjanjian New York (New York Agreement), pihak kepolisian sempat hendak menghentikan orasi tersebut.
Meski kejadian itu tak berlangsung lama, tetapi suasana menjadi memanas. Sempat terjadi adu argumen antara peserta aksi dan polisi.
“Aspirasi itu adalah pilihan. Bisa kita lihat begitu dalamnya tambang yang digerus oleh negara asing dan kita sebagai warga Indonesia, khususnya warga Papua tidak menikmati kekayaan di bumi Papua,” terang Karmanto.
Adapun perjanjian antara Indonesia dan Belanda itu melibatkan Amerika Serikat sebagai pihak penengah terkait sengketa wilayah West Papua (West Nieuw-Guinea) yang terjadi pada 58 tahun lalu itu, tepatnya 15 Agustus 1962.
Sementara itu, Kasat Intel Polrestabes Semarang AKBP Guki Ginting mengatakan, silakan jika mau bersuara tentang HAM dan Omnibus Law. ’’Tetapi jangan menghasut untuk merdeka,’’ katanya. (*)