
Petani menyebut pengrusakan dilakukan oleh Satuan Armed 10 Purwakarta, yang pada saat itu sedang latihan menembak dengan senjata jenis roket.
Serat.id – Kendaraan pengangkut roket milik TNI angkatan darat, melindas tanaman melon yang sedang dipelihara petani di kawasan Urutaewu berada di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen pada Rabu, (26/8/2020) lalu. Tanaman yang berusia lebih kurang 30 hari dan mulai berbuah itu rusak akibat ulah tentara yang sedang bersengkata denganpetani setempat .
“Tidak ada pemberitahuan resmi dari TNI terkait pemakaian lahan tersebut, hanya pemberitahuan lisan kepada petani,” kata Widodo Sunu Nugroho, Sekretaris Urutsewu Bersatu (USB) kepada Serat.id, Jumat, 28 Agustus 2020.
Baca juga : Tentara Pukuli Petani Kebumen, Ini Klarifikasi Kapendam
Tentara Pukuli Petani Desa Brencong Kebumen
YLBHI : Petani Surokonto Patut Mendapat Pujian
Widodo memastikan ulah TNI yang melindas lahan itu merugikan petani yang sedang menunggu hasil panen. Sedangkan pengrusakan tersebut dilakukan oleh Satuan Armed 10 Purwakarta, yang pada saat itu sedang latihan menembak dengan senjata jenis roket.
Kendaraan pengangkut roket memasuki areal tanaman melon dan melindas tanaman yang berumur kurang lebih 30 hari dan mulai berbuah. Lokasi tersebut menjadi tempat peluncuran roket, bahkan tenda peneduh juga didirikan di areal tersebut.
Ketua USB, Menurut Priyono lahan pertanian tersebut merupakan milik petani yang tercatat di dalam C Desa, dan sampai saat ini belum ada penyelesaian mengenai konflik tanah urutsewu dengan TNI. Akibat dari aktivitas latihan tersebut, timbul kerusakan tanaman dan robeknya mulsa plastik seluas kurang lebih 0,2 hektare.
“Melihat kejadian tersebut warga tidak berani menegur karena takut, akhir-akhir ini tentara menjadi sangat temperamen dan kasar terhadap petani,” Kata Priyono.
Ia menduga ulah TNI yang merusak tanaman melon itu terkait dengan dikeluarkannya sertifikat hak pakai untuk TNI-AD di beberapa desa lain. “Mungkin hal tersebut dilakukan untuk menakut-nakuti warga, karena di desa setrojenar warga dengan tegas menolak sertifikasi hak pakai tersebut,” kata Priyono menambahkan.
Ia menjelaskan kehadiran TNI-AD di Urutsewu awalnya pinjam tempat ketika latihan pada tahun 1972. saat itu disambut baik oleh masyarakat, demi kepentingan Negara, bahkan sampai saat ini TNI-AD masih diperbolehkan latihan.
Dalam perkembangannya pinjam tempat tersebut berubah menjadi klaim, dan anehnya sifatnya berubah-ubah, yaitu Klaim Peta TNI 1998 yang mengklaim radius 1998, berubah lagi pada tahun 2007, yaitu Klaim radius 1000 meter dari bibir pantai, tepat di area Jalan Lintas Selatan-selatan, tetapi kembali ke klaim 500 meter setelah ditolak masyarakat.
“Terakhir Klaim “Peta Minute” pada tahun 2020 yang membagi wilayah klaim menjadi dua bidang memanjang, yaitu area pesisir dan areal pemakaman umum di sepanjang Urutsewu,” kata Priyono menjelaskan.
Anehnya, semua klaim tersebut diatas tidak pernah dijelaskan secara gamblang dan ilmiah kepada masyarakat, dan sangat disayangkan bahwa pemerintah seolah-olah tutup mata dengan adanya konflik ini, meskipun sudah berulangkali terjadi kekerasan yang dilakukan oleh TNI terhadap warga urutsewu. (*)