Beranda Kilas Persoalan di Papua, Komnas HAM : Presiden Jokowi harus Terima Usulan...

Persoalan di Papua, Komnas HAM : Presiden Jokowi harus Terima Usulan Dialog Damai

0

Berkaca pada penyelesaian konflik Aceh yang telah berlangsung sejak tahun 1950 yang berakhir di meja perundingan.

Papua
Ilustrasi, konflik Papua/Jubi.co

Serat.id – Komisi Nasional Hak Asasi dan Manusia (Komnas HAM) meminta Presiden Jokowi agar menerima usulannya untuk mengunakan dialog damai sebagai langkah mengatasi persoalan di Papua.   Komnas HAM siap pasang badan paling depan dengan menurunkan tim untuk mewujudkan dialog.

“Tidak ada pilihan kita harus mengupayakan dialog damai, kami mengakui eksistensi lembaga negara TNI, Polri, tapi tolong diterima berjalannya pendekatan keamanan ini tidak menunjukkan penurunan eskalasi baik perlawanan dan kekerasan,” ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, dalam diskusi daring, Rabu, 5 Mei 2021, kemarin.

Baca juga : Protes Rasisme, PRPPBS : Biarkan Papua Lepas dari Indonesia

Mahasiswa Papua Peringati Perjanjian New York

Aparat Bubarkan Aksi Petisi Rakyat Papua di Kota Semarang

Menurut Taufan usulan dialog damai sebelumnya sudah disampaikan olehnya kepada Presiden Jokowi beberapa waktu lalu dan mendapat sambutan positif.  Usulan itu berkaca pada penyelesaian konflik Aceh yang telah berlangsung sejak tahun 1950 yang berakhir di meja perundingan.

“Pengalaman Aceh menunjukkan konflik bersenjata tidak menyelesaikan, yang ada ialah kehancuran kemanusiaan, tidak hanya kehancuran sosial ekonomi, namun juga peradaban,”  kata Taufan menambah.

Komnas HAM menyebut Usulan dialog damai di Papua turut diamini oleh Mantan Presiden Timor Leste, Ramos Horta yang bersedia terlibat dalam mewujudkan perdamaian. Bahkan, Taufan juga berbicara kepada Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua, Fritz Ramandey, untuk bernegosiasi kepada Kapolri dan kelompok bersenjata di Papua tentang dialog damai.

“Fritz sudah bertemu organisasi perlawanan Papua di lapangan dan bersedia berdialog dan memang ada yang tidak bersedia,” ujar Taufan menjelaskan.     

Dalam pernyataanya Taufan khawatir dengan penetapan kelompok bersenjata  sebagai teroris akan menganggu terwujudnya dialog damai. Sebaliknya, jika status tersebut masih ditetapkan maka yang terjadi nantinya peningkatan kekerasan yang terjadi di Papua.

“Namun itu tidak serta merta merubah statusnya. Kalau memang ada yang melakukan kejahatan proses secara hukum kami tidak keberatan, tapi koridor HAMnya harus jelas,”  katanya.

Sementara itu Mahasiswa dan pelajar asal Kabupaten Puncak, Papua menuntut pemerintah pusat segera menarik semua militer organik dan non organik di Seluruh Tanah Papua dan lebih khususnya Kabupaten Puncak Papua. “Stop Operasi Militer di Kabupaten Puncak, Papua,” kata koordinator Badan Pengurus Koordinator Wilayah Ikatan Pelajar Dan Mahasiswa Kabupaten Puncak di Salatiga,  Mhey Tebai.

Tebai juga minta Komnas HAM hadir dalam menyelesaikan pelangaran HAM di Kabupaten Puncak Papua. Dalam pernyataanya  mahasiswa dan pelajar yangs ednag emrantau menempuh pendidikan di salatiga itu juga menolak tuduhan terorisme terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka Segera (TPNPB-OPM ).

“Kami minta pemerintah mencabut tuduhan TPNPB-OPM sebagai terosis,” kata Mhey Tebai menambahkan.

Mahasiswa Kabupaten Puncak Papua  menolak Otonomi Khusus jilid II dan Daerah Otonomi di seluruh Tanah Papua. Mereka minta Bupati dan jajarannya agar  memperhatikan masyarakat sipil yang berada di Kabupaten Puncak saat operasi militer sedang berlangsung. 

Mereka minta segera membuka akses Jurnalis di Kabupaten Puncak dan Seluruh Tanah Papua serta minta peran lewat Amnesty International terlibat dalam menangani kasus kekerasan yang menimpa daerahnya.

“Dimana peran Amnesty International dalam kasus pelanggaran HAM di Kabupanten Puncak Papua dan secara umum Papua,” kata mempertanyakan. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here