Beranda Indepth Tak Ada Solusi Tata Niaga Tembakau Temanggung

Tak Ada Solusi Tata Niaga Tembakau Temanggung

0

Pemerintah Kabupaten angkat tangan, hanya bisa mendampingi produksi, tak  ada wewenang untuk membuat kebijakan harga.

Serat.id
Ilustrasi Petani Tembakau (SM Fitri/Serat.id)

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kabupaten Temanggung, Joko Budi Nuryanto  mengatakan tak dapat mengatur harga dalam tata niaga tembakau di daerahnya.

Menurut dia harga tembakau tidak bisa diseragamkan, harus sesuai grade. Sedangkan petani juga tak bisa dilihat kesejahteraanya dari hasil tembakau saja.

“Kalau secara kelembagaan atau secara teknis, tugas kami membina dan mendampingi petani. Kalau mengubah harga ya tak bisa. Pemerintah yang bisa intervensi tak  bisa menjamin harga,” kata Joko.

Untuk perlindungan petani, Joko menyebut bukan ranahnya. Dia mengatakan hanya ditugaskan mendampingi produksi sebanyak-banyaknya, tak  ada wewenang untuk membuat kebijakan harga.

“Setiap tahun kami juga ada gugus tugas untuk petani tembakau, dan itu sifatnya hanya ad hoc, begitu selesai kan sudah,” ujar Joko menjelaskan.

Tercatat Kabupaten Temanggung mempunyai lahan pertanian seluas 18.615 hektare tersebar di 20 Kecamatan. Sebagian besar atau 14 Kecamatan lahannya ditanami tembakau oleh 55 ribu hingga 65 ribu petani.

Joko membantah adanya monopoli harga tembakau yang dihasilkan petani. Ia menyebut penanaman tembakau oleh petani bukan hanya bisnis, tapi juga budaya. “Itu sebenarnya tak ada, tapi ya kalau di pasar sebelas dua belas lah. Tembakau itu banyak budayanya,  tak hanya bisnis semata,” kata Joko menjelaskan.

Terkait dengan monopoli lewat kartu anggota atau KTA, disebut kebijakan dari perusahaan rokok. Selama ini usaha membantu petani dilakukan dengan kemitraan, itu pun dengan lahan seluas 1.300 hektare.

Sedangkan persoalan potongan berat tembakau yang dijual ke pabrik, menurut Joko berdasarkan kesepakatan. Menurut dia, potongan itu sebagai risiko yang ditanggung pabrik. Artinya jika tembakau itu disimpan dalam waktu yang lama, maka kadar air akan berkurang dan berat tembakau otomatis akan berkurang.

Ia juga membantah adanya pungutan pajak petani saat menjual tembakau ke pabrik. Joko menegaskan pemerintah memungut pajak penjualan tembakau ke dari petani.

“Kalau ada pasti kita sudah mengeluarkan surat ketetapan retribusi daerah atau SKRD, ataupun surat ketetapan pajak daerah atau SKPD. Sepanjang pengetahuan saya, gak ada pajak produk pertanian,” kata Joko menjelaskan.

Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah Muhammad Ngainirrichadl membenarkan sudah empat tahun ini petani tembakau selalu merugi. Sedangkan menanam tembakau bagi petani seakan sudah menjadi ketergantungan.

“Kalau tidak tanam tembakau, jangan-jangan nanti harganya mahal, jadinya gethun (menyesal),” kata Ngainirrichadl.

Menurut Ngainirrichadl tembakau masih menjadi komoditas unggulan bagi sebagian besar petani di Temanggung, khususnya di lereng Sindoro-Sumbing, Kedu, dan Jumo.

Ia tak memungkiri selama ini ada beberapa petani yang mengalami  ketergantungan dengan tengkulak yang memberi pinjaman sebelum masa tanam, ketika para petani butuh bibit, pupuk, biaya perawatan, dan lainnya.

“Biasanya petani itu diberi pinjaman dulu, kemudian setelah panen dijual ke tengkulak itu. Ini yang biasanya terjadi di sana, sehingga ‘permainan harga’ itu sering di situ” kata Ngainirrichadl menjelaskan.

Dengan kondisi itu ia mendorong Pemkab Temanggung membuat Perda tata niaga tembakau. Selain itu Pemkab Temanggung harus koordinasi dengan pabrikan untuk mengetahui jumlah kebutuhan tembakau yang akan diserap dan memastikan agar semua tembakau petani Temanggung dibeli.

“Tentu yang lebih punya kewenangan pemkab temanggung. Komisi B Jateng turut mendorong dan mengawasinya,” katanya. (*)

Tulisan ini merupakan edisi khusus kolaborasi Serat.id dengan Project Multatuli.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here