Beranda Kilas GempaDewa: Jangan Dipaksa, Kami Tetap Menolak Tambang Andesit di Wadas

GempaDewa: Jangan Dipaksa, Kami Tetap Menolak Tambang Andesit di Wadas

0
Wadon Wadas, organisasi perempuan Desa wadas yang aktif menolak rencana pertambangan batu andesit di Wadas, Februari 2022. Mereka khawatir tambang akan merusak alam dan potensi bencana tanah longsor di Wadas makin besar. Perempuan dan anak menjadi kelompok paling rentan terdampak bencana. Foto : Bambang Muryanto / Serat.id

Serat.id Kehadiran kelompok “pro bersyarat” di Desa Wadas akhir-akhir ini kembali meresahkan warga Wadas Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang konsisten menolak tambang andesit di Wadas. Bahkan ada indikasi kelompok ini makin memecah belah warga Wadas.

Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GempaDewa), Insin Sutrisno menegaskan, warga yang sudah menerima ganti rugi atau mengajukan persyaratan untuk menerima tambang andesit di Desa Wadas, bukan anggota Gempa Dewa.

GempaDewa menyatakan tetap menolak rencana pemerintah menambang batu andesit di Desa Wadas.

“Kami keberatan dengan mereka yang berpandangan berbeda tetapi mengatasnamakan GempaDewa,” ujar Insin Sutrisno dalam jumpa pers virtual di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Rabu (06/07/22).

Menurut Insin, kelompok ini adalah kelompok warga “pro bersyarat”. Mereka bersedia menyerahkan tanahnya kepada pemerintah dengan mengajukan 51 syarat, terus berupaya menggerogoti keteguhan anggota GempaDewa agar  menyerahkan tanahnya.

Syarat tersebut diantaranya kewajiban pemerintah memperbaiki sarana Pendidikan di Desa Wadas.

“Tadi pagi ada orang “pro bersyarat” mengatakan akan segera melakukan pengukuran tanah, tetapi tanggalnya berubah-ubah terus. Ini bentuk teror kepada warga,” tambahnya.

GempaDewa adalah organisasi masyarakat Desa Wadas yang terbentuk untuk menolak rencana pemerintah menambang batu andesit di tanah milik warga. Batu andesit nantinya menjadi bahan baku untuk membangun Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).

Walaupun sejak awal (2015) warga menolak proyek tersebut, pemerintah terus melakukan berbagai upaya agar warga bersedia menyerahkan tanahnya.

Seperti pengiriman ribuan aparat kepolisian dan preman yang menyebabkan warga Wadas sangat ketakutan (8-11 Februari 2022). Ada sekelompok orang yang diduga “kaki tangan” pemerintah melakukan operasi terselubung dan kemudian muncul kelompok “pro bersyarat”.

Tanah untuk anak cucu

Anis Mahfiroh, anggota Wadon Wadas yang hadir di LBH Yogyakarta menambahkan, tidak benar jika warga Wadas menerima tambang andesit.

“Warga tetap menolak karena tanah untuk kehidupan anak-cucu nanti. Pemerintah menggunakan cara-cara yang tidak patut untuk memecah-belah warga,” imbuhnya.

Senada dengan Anis, Bagi Ngatinah anggota Wadon Wadas lainnya, tanah adalah sumber kehidupan bagi petani. Ia tegas menolak menyerahkan tanahnya.

“Penambangan akan merusak lingkungan dan menambah potensi bencana di wilayah yang rawan longsor. Perempuan nanti yang paling merasakan dampaknya,” ujar Ngatinah. 

Sementara itu, Siswanto, tokoh pemuda Wadas menyebutkan, nilai hasil pertanian di Wadas jauh lebih besar jika dibandingkan dengan ganti rugi penyerahan tanah.

“Hasil panen dari durian dan kemukus jauh lebih besar dari ganti rugi,” kata Siswanto, tokoh pemuda Wadas.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat berkunjung ke desa Wadas Februari 2022 lalu menjanjikan akan sering menginap di Desa Wadas untuk menyerap aspirasi warga. Tetapi hingga kini belum memenuhi janjinya. Ganjar hingga kini belum mengakomodir penolakan warga.(na)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here