Beranda Kilas Pekerja Perempuan Perkebunan Perikanan Tak Terlihat, Akademisi  : Mereka Tak Mendapat Upah...

Pekerja Perempuan Perkebunan Perikanan Tak Terlihat, Akademisi  : Mereka Tak Mendapat Upah Layak

0

“Mereka bekerja, tetapi tak dicatat sebagai pekerja,”

Ilustrasi, pixabay.com

Serat.id –  Peneliti Masalah Ketenagakerjaan Universitas Parahyangan Bandung, Indrasari Tjandraningsih mengatakan para pekerja perempuan sector perkebunan sawit dan perikanan tak mendapatkan hak upah layak salah satunya disebabkan peranya di dunia kerja tak terlihat. Meski Indrasari menyebut jumlah pekerja antara perempuan dan laki-laki sebenarnya imbang.

“Namun demikian, peran pekerja perempuan ini tidak terlihat.  Mereka juga sering tak mendapat hak upah layak,” kata Indrasari,  saat menggelar webinar media dengan tema Wajah Perempuan di Perkebunan Sawit dan Perikanan pada Kamis  10 Maret 2022 kemarin.

Menurut Indrasari peran pekerja perempuan yang tak kelihatan dinilai aneh. Sedangkan  alasan  bersifat tak terlihat menyebabkan pekerja perempuan di dua sektor itu tak mendapat hak atau upah yang layak.

“Mereka bekerja, tetapi tak dicatat sebagai pekerja,” kata Indrasari menambahkan.

Ia mengacu kajian demografis yang menyebutkan  usia pekerja di sektor perkebunan sawit dan perikanan berkisar 6 hingga 60 tahun baik perempuan maupun laki-laki. Lalu tingkat pendidikan rendah mulai dari tak bersekolah, tingkat SD dan SMP.

Karena bersifat tak terlihat, pekerja perempuan ini tak mendapat hak atau upah yang layak. Mereka bekerja, tetapi tak dicatat sebagai pekerja.

“Upah Rp20-40 ribu per hari selama 8 jam atau lebih. Kemudian, mereka hadapi masalah yang berkaitan dengan K3. Karena sifatnya yang invisible itu, jauh dari jamsos yang disediakan pemerintah,” kata Indrasari menjelakan.

Pekerja perempuan di dua sektor itu juga minim pengetahuan. Mereka tak mengetahui hak apa saja yang seharusnya diterima sebagai seorang pekerja. Yang mereka tahu hanyalah bekerja untuk menghidupi keluarga.

“Banyak contoh eksploitasi pekerja perempuan. Perlakuan berbeda mereka dapat antara pekerja perempuan dan laki-laki,” katanya.

Indrasari mengutip data badan pusat statistik atau BPS 2020 terkait kesenjangan upah secara gender, upah yang diperoleh pekerja perempuan lebih rendah bila dibandingkan laki-laki. Contohnya, kesenjangan upah secara gender untuk tingkat SD hasilnya 40 persen pada 2020.

“Upah laki-laki lulusan SD lebih besar 40 persen dibandingkan dengan perempuan dengan tingkat pendidikan sama,” katanya menjelaskan.

Dia menegaskan semua elemen harus bertindak mengatasi fenomena ini. Sehingga, para pekerja perempuan mendapat haknya sebagaimana yang dijamin negara. Eksistensi pekerja perempuan itu nyata dan menguntungkan perusahaan dan pemerintah. Indrasari berujar, seharusnya para perempuan mendapat keuntungan dari keuntungan yang didapat oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan.  (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here