Beranda Kilas AJI Semarang dan LBH Beberkan Pelanggaran Kemerdekaan Pers di Jateng

AJI Semarang dan LBH Beberkan Pelanggaran Kemerdekaan Pers di Jateng

0

AJI Kota Semarang dan LBH Semarang menyoroti sepanjang tahun 2022 hingga awal 2023 setidaknya terdapat beberapa pelanggaran terhadap kemerdekaan pers di Jawa Tengah.

“Pertama dalam konteks intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis, berdasarkan data pengaduan yang dimiliki oleh AJI Kota Semarang serta pemantauan yang dilakukan oleh LBH Semarang, tercatat terdapat 4 (empat) kasus jurnalis yang mendapatkan tindakan intimidasi hingga kekerasan sepanjang tahun 2022,” kata Aris Mulyawan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang dalam rilis yang diterima serat.id

Aris mengatakan adapun sebagian besar aktor pelaku intimidasi dan kekerasan berasal dari kepolisian dengan 3 (tiga) kasus. Kasus tersebut yakni intimidasi terhadap jurnalis yang meliput peristiwa di desa Wadas, liputan kasus kekerasan seksual di Demak, serat terakhir intimidasi terhadap salah satu radio di Kota Semarang yang saat itu tengah mengadakan talkshow isu G20 bersama dengan aktivis Greenpeace.

Beberapa intimidasi tersebut juga dilakukan dengan kekerasan, seperti pemaksaan penghapusan dokumentasi, teror, dan kekerasan psikis lainnya.

Adapun satu aktor pelaku intimidasi lainnya adalah sesama masyarakat yang memaksa salah seorang jurnalis untuk menghapus hasil dokumentasinya pada saat melakukan peliputan di desa Wadas.

Kedua, adanya tindakan merendahkan aktivitas jurnalistik. Salah satu contohnya adalah tindakan Ganjar Pranowo yang merendahkan media dari salah satu wartawan yang mewawancarainya terkait penanganan macet pada tanggal 31 Januari 2023.

Di samping itu, pelanggaran terakhir masih adanya pembatasan terhadap kemerdekaan pers dan berekspresi melalui berbagai produk hukum, antara lain UU ITE, KUHP, UU Cipta Kerja, dan Peraturan Permenkominfo No.5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Oleh karena itu, ia mendesak agar Pemerintah dan DPR RI untuk mencabut dan atau membatalkan berbagai regulasi dan pasal-pasal bermasalah yang menghambat kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

Selain itu, Presiden RI dan Kepala Kepolisian RI juga harus menghentikan seluruh kasus pemidanaan terhadap jurnalis dan pembela HAM karena karya jurnalistik dan ekspresinya yang sah. Tak hanya itu Presiden RI dan Kepala Kepolisian RI juga didesak untuk mengusut secara transparan dan independen kasus-kasus serangan fisik dan digital terhadap jurnalis dan pembela HAM.

Ia juga menilai bahwa pemerintah harus membuat mekanisme perlindungan terhadap pembela HAM, di dalamnya termasuk jurnalis. Mekanisme perlindungan tersebut dapat melibatkan lembaga-lembaga negara lain terkait, komunitas pers, dan masyarakat sipil independen lainnya.

Pemilik media juga dilarang untuk mengintervensi ruang redaksi dengan tidak menyensor karya jurnalistik dan opini yang kritis. Di samping itu, sSeluruh jurnalis untuk patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik.

“Untuk memberikan ruang pemberitaan bagi mereka yang tidak dapat bersuara, dan mengarusutamakan isu-isu publik dalam seluruh pemberitaan,” katanya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here