Beranda Kilas AJI Semarang Kecam Pelecehan Seksual Jurnalis Perempuan Saat Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud

AJI Semarang Kecam Pelecehan Seksual Jurnalis Perempuan Saat Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud

0
Illustrasi pelecehan seksual (Pixabay)

Seorang yang diduga ajudan petinggi partai telah melakukan pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan saat meliput acara Hajatan Rakyat Ganjar-Mahfud MD di Simpang Lima Semarang, Sabtu, 10 Februari 2024.

Pelecehan itu terjadi saat korban sedang meliput momen swafoto Puan Maharani usai kampanye akbar tersebut.

Intan, salah satu teman korban yang mendampingi mengatakan, ajudan dengan in ear itu tiba-tiba memegang bagian sensitif atau kemaluan korban. Peristiwa itu pun tidak hanya terjadi satu kali.

“Awalnya bu Puan ngajak foto, korban ada di belakang Bu Puan, terus ajudannya Bu Puan nyingkirin sambil bilang awas-awas tapi tangannya megang kemaluan. Pertama korban lihatin sambil mencerna. Ke dua kali dia megang lagi di tempat yang sama,” kata dia.

Dia mengatakan, korban sempat meneriaki pria tersebut, namun pria yang diduga ajudan Puan tersebut langsung melarikan diri.

“Setelah dua kali itu dia bilang sorry, sorry. Korban sempat bilang ini kemaluan lho mas. Orangnya langsung pergi,” ungkap dia.

Salah satu jurnalis media nasional lainnya, sempat melihat terduga pelaku meninggalkan backdrop atau belakang panggung tersebut.

“Dugaanku ADC karena pakai seragam pakai eraphone dan HT,” kata jurnalis tersebut.

Peristiwa ini langsung membuat membuat heboh awak media yang berada di lokasi. Sebab, korban langsung menangis dan histeris usai mengalami pelecehan tersebut.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam keras aksi pelecehan seksual tersebut.

AJI Semarang merupakan organisasi profesi jurnalis yang fokus pada kebebasan pers dan menentang berbagai bentuk kekerasan terhadap jurnalis.

Divisi Gender, Anak dan Kelompok Marginal, AJI Kota Semarang, Riska Farasonalia menegaskan, pelecehan seksual dan serangan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan.

“Kami berpandangan perbuatan pelaku termasuk menghalangi kerja jurnalistik. Intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis dilarang sesuai Undang-Undang Pers,” katanya.

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 3 menjamin kemerdekaan pers. Aturan itu menyebutkan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Siapa saja yang sengaja melawan hukum, menghambat, atau menghalangi ketentuan Pasal 4 ayat 3, maka dapat dipenjara maksimal 2 tahun, dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Ketentuan sanksi sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ada pada bab VII yang mengatur ketentuan pidana. Pasal 18 ayat 1 menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Selain itu, perbuatan pelaku juga mengarah pada dugaan tindak pidana kekerasan seksual seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Kami meminta kepada seluruh pihak untuk melawan berbagai bentuk pelecehan seksual dan melindungi kerja-kerja jurnalis. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai aturan agar peristiwa tersebut tidak berulang,” tegasnya.

Selain itu, kepolisian harus menindak tegas pelaku pelecehan seksual. Serta penyelenggara harus bertanggung jawab memberikan ruang aman dari tindakan pelecehan seksual.

AJI Semarang juga meminta kantor redaksi jurnalis tersebut untuk memberikan dukungan penuh terhadap korban.

“Perusahaan media bertanggung jawab atas keselamatan pekerja medianya, termasuk mendampingi jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan,” katanya.

Perusahaan media massa juga harus membuat standar perlindungan untuk mencegah dan menangani berbagai bentuk pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan yang lebih rentan.

Survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2M) mengungkapkan, sebanyak 82,6 persen atau 704 responden perempuan jurnalis pernah mengalami kekerasan seksual selama berkarir jurnalistik.

Ada 10 jenis tindak kekerasan seksual terhadap perempuan jurnalis, dan paling tinggi adalah body shaming secara luring 58,9 persen dan daring 48,6 persen.

Riset berjudul “Kekerasan Seksual terhadap Jurnalis Perempuan Indonesia” itu menyurvei 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi pada September – Oktober 2022.

Sementara, pimpinan redaksi tempat korban bekerja mengatakan, hari Sabtu pukul 19.30 Wib, kami menerima laporan adanya pelecehan seksual yang dialami reporter di Semarang saat meliput kampanye terakhir Ganjar-Mahfud di Semarang.

“Saat itu jurnalis kami melakukan doorstop dengan Puan Maharani, jurnalis kami mendapat perlakukan dari orang yang diduga pengawal Puan,” ucapnya.

Dai menyebut orang itu mendorong korban dengan cara menyentuh bagian kemaluan sebanyak dua kali.

“Kemudian jurnalis kami teriak histeris,” imbuhnya.

Atas kejadian tersebut berikut sikap yang kami ambil.

  1. Fokus menenangkan korban karena mengalami shock selepas kejadian pelecehan seksual tersebut. Saat ini korban mengalami shock berat, sehingga perlu mendapat dukungan psikis
  2. Membuat atau menyusun kronologi laporan sambil menunggu koordinasi dengan korban dan saksi-saksi yang melihat peristiwa tersebut.
  3. ⁠Menindaklanjuti laporan dan memberikan advokasi kepada jurnalis kami.

“Kami menunggu kondisi jurnalis kami pulih, setelah itu pasti akan menindaklanjuti peristiwa tersebut. Bagaimanapun kami tidak mentolerir tindakan-tindakan pelecehan seksual yang menimpa seorang jurnalis saat melakukan tugasnya,” tegasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here