Beranda Kilas Limbah Makin Mengancam, Komunitas Lingkar Bentang Spanduk Raksasa ‘Save Karimunjawa’ di Samping...

Limbah Makin Mengancam, Komunitas Lingkar Bentang Spanduk Raksasa ‘Save Karimunjawa’ di Samping Tambak Udang

0
Komunitas Lingkar sedang membentangkan spanduk raksasa di samping tambak udang (Dokumentasi Greenpeace Indonesia)

Serat.id – ‘Save Karimunjawa Dari Tambak Udang dan Tongkang Batu Bara’.

Begitu bunyi spanduk raksasa berwarna kuning dengan ukuran 5 x 15 meter lantang terbentang di pesisir Karimunjawa.

Di sisi lainnya, sebuah spanduk berukuran lebih kecil tertulis “Bikin Aksimu Untuk Pukul Mundur Krisis Iklim”

Aksi bentang spanduk tersebut dilakukan warga Pulau Karimunjawa bersama kelompok aktivis lingkungan di kawasan pantai yang berdekatan dengan area tambak udang.

Mereka memprotes kondisi alamnya yang dikotori limbah tambak dan rusaknya terumbu karang akibat tergilas tongkang batu bara.

Setidaknya ada 35 orang berkeliling menggunakan kayak dari Pantai Bunga Jabe, Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah pada Selasa, 19 September 2023.

Mereka mendayung kayak sejauh empat kilometer untuk menyaksikan potret kerusakan lingkungan di balik keindahan Pulau Karimunjawa.

Dari penelusuran Serat.id saat mengikuti rombongan, sejumlah pipa panjang dari lokasi tambak menembus hutan mangrove hingga menghujam ke kawasan lepas Pantai Legon Nipah, Desa Kemujan.

Di sekitar kawasan tersebut, terumbu karang tampak rusak parah dan sejumlah biota laut mati terdampar di tepian pantai.

Pohon bakau di dekat lokasi tambak juga tampak kering dan terbalut lumpur sedimen berwarna hitam pekat dan berbau busuk.

Mirisnya, kerusakan juga diperparah dengan munculnya lumut-lumut hitam yang menyelimuti kawasan Pantai Cemara.

Warga sekitar yang bekerja sebagai nelayan dan anak-anak pun mulai terserang penyakit gatal-gatal dan iritasi pada kulit.

Warga Desa Kemujan, Eko Hartanto (38) mengatakan pencemaran limbah dari tambak udang menyebabkan warga sekitar terkena penyakit kulit di sekujur tubuh hingga bernanah.

Menurut dia, sejak munculnya lumut-lumut pada awal tahun 2020, warga di kawasan Pantai Cemara dan Pantai Sarinah yang paling parah merasakan gatal-gatal di kulit.

“Munculnya lumut-lumut itu dari limbah tambak udang vaname. Dan itu membuat semakin gatal dan susah disembuhkan, hingga berdampak pada anak-anak,” kata Eko saat diwawancara Serat.id di Pantai Cemara.

Eko Hartanto menunjukan lumut hitam hasil limbah tambak udang (Riska F)

Dia berujar, tak hanya dialami warga sekitar, sejumlah wisatawan juga terserang gatal-gatal hingga iritasi pada kulit ketika berenang di pantai.

“Pencemaran limbah tersebut sudah mengancam ekosistem laut seperti ikan-ikan mati, rumput laut gagal panen hingga terumbu karang rusak,” ucap dia.

Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa, Bambang Zakariya mengatakan, keberadaan tambak udang vaname mulai masuk sekitar tahun 2016.

“Satu tahun kemudian, tambak udang yang tadinya hanya ada di satu titik bertambah menjadi empat titik. Di setiap titik tersebut ada 6 petak sampai 36 petak tambak. Jumlah tambak terus bertambah dan saat ini mencapai 39 titik,” kata dia.

Bang Jack, panggilan akrabnya mengatakan, masyarakat setempat melakukan penolakan terhadap tambak-tambak tersebut karena diduga membuang limbahnya langsung ke laut.

“Keberadaan tambak-tambak tersebut juga memicu konflik horisontal di masyarakat antara nelayan dengan petambak,” ujarnya.

Menurutnya, jika industri ini tidak dihentikan, maka limbah ini lambat laun akan merusak keindahan bawah laut dan menghancurkan pariwisata di Karimunjawa.

Dalam rangkaian kegiatan Global Climate Strike 2023 ini, warga yang tergabung dalam Lingkar Juang Karimunjawa bersama Greenpeace Indonesia menyuarakan keresahan terkait kerusakan lingkungan tersebut.

Mereka mendesak pemerintah segera mengakhiri segala praktik perusakan lingkungan yang eksploitatif karena merugikan warga sekitar dan mengancam ekosistem lautan.

Koordinator kegiatan dari Greenpeace Indonesia, Dinar Bayu mengatakan, pemerintah harus melakukan penegakkan hukum terhadap tambak dengan tegas.

“Mengacu pada Perda RTRW Kabupaten Jepara terbaru, melarang adanya tambak di Taman Nasional Karimunjawa,” tegas dia.

Selain itu, pengawasan terhadap kapal tongkang batu bara diperketat agar tidak merusak terumbu karang.

“Sudah seharusnya taman nasional ini dilindungi dari krisis iklim dan berbagai praktik industri merusak, agar keindahan bawah laut Karimunjawa tetap ada untuk selamanya,” pungkas dia.

Selepas penelusuran di titik-titik kerusakan itu, kegiatan pun dilanjutkan dengan diskusi bersama para warga terdampak.

Kemudian, kegiatan diakhiri dengan penampilan musisi Tuan Tigabelas yang lirik-liriknya juga turut meneriakan isu lingkungan. (Riska F)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here