Beranda Kilas Penyandang Disabilitas Gagal Jadi PNS, Ombudsman Jateng : Ada Maladministrasi

Penyandang Disabilitas Gagal Jadi PNS, Ombudsman Jateng : Ada Maladministrasi

0

Maladministrasi tersebut dimuat dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), telah disampaikan ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Ilustrasi,pixabay.com

Serat.id Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah membenarkan adanya maladministrasi proses seleksi CPNS Formasi 2019 Jawa Tengah, yang dialami Muhammad Baihaqi, seorang penyandang disabilitas netra yang dinyatakan gugur oleh Pemprov Jateng.  

Bentuk maladministrasi tersebut dimuat dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan telah disampaikan ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada Rabu, 30 Juni 2021.

“Dari Ombudsman Jateng merumuskan tindakan korektif yang ditujukan kepada Gubernur Jateng untuk dilaksanakan, “ ujarnya Kepala Perwakilan ombudsman Jawa Tengah, Siti Farida, Kamis 1 Juli 2021

Berita terkait : Alasan Penyandang Difabel Ini mengadu ke Komnas HAM dan Ombudsman

Diskriminasi Seleksi CPNS, Pakar : Seharusnya Pemprov Jateng Tak Abai

Gugatan Diskriminasi Difabel CPNS, LBH Disabilitas Jatim Layangkan Amicus Curiae

Siti mengatakan LAHP telah diterima secara langsung oleh Plh Sekda Jateng, Prasetyo Aribowo pada Rabu kemarin. Sebab Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo saat itu sedang ada agenda penanggulangan Covid-19. 

Ia menyebut Sekda Jateng meresponnya akan segera menindaklanjuti dan akan melakukan perbaikan keterpenuhan kuota disabilitas dalam seleksi CPNS. “Kami berharap Pemprov Jateng melaksanakan tindakan korektif,” ujar Siti menambahkan.

Kuasa hukum Mohammad Baihaqi korban seleksi CPNS Jateng 2019 dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Syamsuddin Arif,  menyebut LAHP yang disusun Ombudsman Jateng menguatkan Baihaqi berhak mengikuti seleksi CPNS 2019.  Selain itu Pemprov Jateng dinilai terbukti melanggar UU Administrasi Pemerintahan dan Peraturan MenPAN-RB 23/2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan CPNS 2019.

“Ini bentuk diskriminasi dengan adanya pengkotak-kotakan jenis disabilitas. Padahal di dalam surat edaran MenPan-RB 23/2019 sudah menghapuskan pembedaan ragam jenis disabilitas tersebut,” ujar Arif.

Arif menyebut Baihaqi sebelumnya telah mengajukan gugatan ke PTUN Semarang namun gugatan tersebut tak diterima oleh hakim karena dianggap kadaluwarsa melebihi ketentuan waktu pengajuan selama 90 hari.

Setelah gugatannya ditolak oleh PTUN Semarang, Baihaqi mengajukan banding ke PTTUN Surabaya, namun hakim malah menguatkan putusan tingkat pertama PTUN Semarang.

“Kedua putusan ini, keliru dalam menghitung batas waktu pengajuan gugatan, sama sekali tidak mempertimbangkan pokok perkara beserta alat bukti yang diajukan,”ujar Arif menjelaskan. Ia akan mengawal tindaklanjut LAHP dan rekomendasi Ombudsman. Selain itu upaya lain akan ditempuh dengan mengajukan proses kasasi ke Mahkamah Agung. “Bersama dengan LBH Semarang, Baihaqi berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak difabel atas pekerjaan yang layak,” katanya. (*)

Jalan Terjal Baihaqi Meraih Mimpi Jadi Abdi Negara

  • Naskah ini diedit ulang, pada 2 Juli pukul 09.31, dari kata ditolak hakim menjadi tak diterima dan ketentuan waktu pengajuan selama 21 hari menjadi 90 hari.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here